Kamis, 12 Maret 2015

Gadis Modern 

 karya Adlin Affandi merupakan salah satu drama dari antologi drama Indonesia 1931-1945 jilid 2. Naskah drama ini sangat menarik untuk dikaji karena mengandung nilai-nilai percintaan yang memandang kasta. Drama ini secara langsung maupun tidak langsung menggambarkan pola pikir gadis modern atau gadis kota yang materialistik. Jadi Adlin Affandi ketika membuat drama ini sudah berpikir kedepan atau sedikit lebih maju mengenai kriteria gadis modern  pada era yang akan datang. Padahal naskah drama ini pertama kali diterbitkan pada tahun 1941 yang pada era tersebut mungkin para gadis masih mempunyai sikap penurut, jujur, tawadhu’, dan tidak memperioritaskan uang.
Disamping itu drama ini juga mengandung nilai-nilai kegigihan dari seorang lelaki dalam memepertahankan cintanya yang tulus dan sangat memegang komitmen. Hal yang menarik lainnya dari drama “Gadis Modern” adalah adanya sistem kasta yang sangat mendominasi jalannya cerita. Perbedaan antara juragan dan buruh terlihat sangat kontras dan dianggap sangat vital sehingga mempengaruhi cara sikap, pola pikir, karakter, perilaku dalam kehidupan para tokoh sehari-hari.
Pada umumnya teks drama pasti terdapat unsur-unsur yang tidak bisa dipisahkan dalam drama, yaitu tekstur dan struktur drama. Latar atau setting merupakan salah satu dari struktur drama. Latar drama pada dasarnya harus terdiri dari aspek waktu, aspek tempat, dan aspek suasana. Panuti Sudjiman mengatakan bahawa latar adalah segala keterangan, petunjuk, pengacuan yang berkaitan dengan waktu, ruang dan suasana (1992: 46). Sumardjo dan Saini K.M. (1997: 76) mendefinisikan latar bukan bukan hanya menunjuk tempat, atau waktu tertentu, tetapi juga hal-hal yang hakiki dari suatu wilayah, sampai pada pemikiran rakyatnya, kegiatannya dan lain sebagainya. Namun dalam drama “Gadis Modern” ini aspek tempat hanya berdomisili pada ruang domestik atau ruang pribadi, sedangkan aspek waktu sudah teridentifikasi, meskipun tidak detil dan aspek suasana dapat ditangkap melalui dialog-dialog antar tokoh.
Adlin Affandi merupakan penulis naskah yang cerdik karena mampu menyajikan kisah cerita yang tanpa disadari mempunyai makna dalam dan serius dengan bahasa yang ringan dan sederhana. Drama “Gadis Modern” lebih tepat diklasifikasikan dalam drama komedi ringan, mengingat kisah drama tersebut mengenai “pertukaran posisi antara majikan dan buruhnya dalam sebuah percintaan”. Jadi penulis naskah menampilkan tema yang sedikit berbeda dengan tema-tema umum pada waktu itu.
Sesuai judul artikel ini yaitu “Penyajian Setting & Dominasi Aspek Ruang Domestik Dalam Cinta Berkasta “Gadis Modern”, maka penulis mengungkapkan definisi dari masing-masing kata berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia. Kata “penyajian” adalah cara menampilkan atau menyuguhkan sesuatu. Kata “dominasi” memiliki arti penguasaan oleh pihak yang lebih kuat terhadap yang lebih lemah. Kata “domestik” bermakna mengenai (bersifat) rumah tangga. Kata “kasta” yaitu golongan (tingkat atau derajat) manusia dalam bermasyarakat. Sedangkan kata “modern” bermakna sikap, cara berpikir dan cara bertindak sesuai dengan tuntutan zaman (terbaru).
Dari permasalahan di atas, penulis mengkaji struktur drama dengan menitikberatkan kajian pada setting atau latar dengan cara menggali lebih jauh mengenai penyajian aspek tempat, aspek waktu, dan aspek suasana oleh penulis naskah yang tegambar dalam drama “Gadis Modern” karya Adlin Affandi serta menarik makna dari aspek ruang domestik yang mendominasi latar tempat cerita tersebut.
**
Drama karya Adlin Affandi ini terdiri dari tiga babak. Babak pertama menceritakan tentang keadaan di dalam kantor pribadi Tuan Salim, si penanam getah. Di dalam kantor tersebut terdapat Tuan Salim dan Rustam anaknya yang sedang berbicara mengenai perkebunan getahnya, termasuk kuli-kulinya. Kemudian Tuan Salim mulai menyangkut-nyangkut tentang Engku Sastra, Ruslan anak tertua Tuan Salim akan disuruh ayahnya untuk mengantarkan kupon ke Medan, ke rumah Engku Sastra. Rupanya Tuan Salim mempunyai maksud lain di balik pengantaran kupon itu. Ruslan ingin dijodohkan ayahnya dengan Marriana, anak teman Tuan Salim, Engku Sastra. Kemudian Ruslan masuk di ruangan itu melihat adiknya, Rustam termenung, si Rustam pun menceritakan perintah ayahnya yang mengutus keduanya ke Medan untuk bertemu dengan Marriana. Tuan Salim tak lama kemudian masuk dan menyuruh Rustam keluar. Tuan Salim pun sedikit berdebat dengan Ruslan mengenai pengantaran kupon tersebut, namun ia tidak mau kalah. Ruslan mengatakan bahwa ia sebenarnya sudah bertunangan dengan Ijah, anak mandornya. Sang ayah marah besar, karena ia tak sudih melihat Ruslan dengan si Ijah yang hanya anak mandor, bawahannya sendiri. Ruslan dan Rustam tidak kehilangan akal, mereka berencana mengutus kuli-kulinya ke rumah Engku Sastra, yaitu Basiran dan Ardi untuk melakukan penyamaran sebagai diri mereka. Kuli-kuli tersebut dipaksa mereka, dan akhirnya setuju. Basiran dan Ardi pun diajari tata cara berperilaku, berkata-kata yang baik dan make-over dengan pakaian yang bagus.
Babak kedua memperlihatkan kondisi beranda rumah Engku Sastra dengan perkakas yang begitu modern. Kemudian tampak Marriana, si gadis modern duduk di kursi, dan masuklah Burhan, lelaki yang mencintai Anna. Burhan menyinggung soal perjodohan Marriana dengan Ruslan, Burhan nampaknya cemburu. Anna setuju dijodohkan dengan Ruslan karena hartanya, kekayaannya, kesenangan dan kemewahannya, bukan atas dasar cinta. Burhan berusaha meyakinkan Anna bahwa kebahagiaan itu atas dasar cinta, bukan uang. Tapi Anna rupanya gadis modern yang materialistik, semuanya ia pandang hanya dari segi uang. Engku Sastra pun pulang ke rumah dan menceritakan ke Anna bahwasanya Rustam dan Ruslan akan datang hari ini. Anna sangat antusias menyambutnya. Tak lama kemudian datanglah Basiran yang menyamar sebagai Rustam, dan Ardi sebagai Ruslan ke rumah itu. Keduanya disambut hangat oleh Anna dan ayahnya. Ardi merasakan sesuatu yang berbeda ketika bersalaman dengan Anna, ia terkagum dengan kemolekan Anna, sang gadis kota. Anna dan Ardi berbicara empat mata mengenai perjodohan mereka. Ardi tidak keberatan dengan hal itu, apalagi Anna, Ardi mengutarakan keadaan rumah dan gajinya yang rendah, tapi Anna berusaha menggombal, ia seakan-akan mau menerimanya asalkan menikah dengan Ruslan. Anna memang bermuka dua, satu sisi ia sangat materialis, tapi disisi lain ia berpura-pura memandang sesuatu berdasarkan cinta, bukan harta. Basiran pun mengajak Ardi lekas-lekas pulang.
Dalam babak terakhir terlihat suasana kantor Tuan Salim seperti babak pertama. Rustam menawarkan Ardi kepada ayahnya untuk menjadi asisten pribadi Ruslan. Tuan Salim pun menyutujuinya karena Ardi adalah kuli yang bisa baca-tulis. Ardi pun datang di kantor dengan pakaian bagus atas suruhan Rustam. Lalu datanglah Engku Sastra dengan putrinya. Anna pun menyapa Ardi yang dianggapnya Ruslan yang kebetulan berada di kantor. Ruslan tampak kebingungan. Akhirnya mereka disambut Ardi yang sedikit kuatir. Ardi menyuruh Ruslan dan Rustam yang seolah-olah keraninya keluar kantor. Kemudian masuklah Tuan Salim ke kantor, dan penyaraman pun sedikit demi sedikit terkuak. Akhirnya Ruslan yang asli pun diperkenalkan oleh ayahnya kepada Engku dan Anna sehingga suasana menjadi membingungkan. Anna mengetahui bahwa yang selama ini yang diharapkan tak lebih seorang bawahan. Anna pun mengingkari apa yang ia katakan dulu, ia tidak sudih dengan kuli. Tuan Salim disadarkan oleh Rustam bahwa selama ini Anna tidak tulus dengan Ruslan, karena hanya cinta pada hartanya. Ia membatalkan perjodohan dan Engku beserta putrinya marah dan merasa dipermalukan, akhirnya mereka kembali ke Medan. Ruslan berterima kasih pada adiknya dan Ardi, serta kembali ke pelukan Ijah.

Penyajian Setting (Latar) dalam Drama “Gadis Modern” Karya Adlin Affandi
Dalam sebuah karya sastra, setting cerita merupakan salah satu unsur penting yang ada dalam drama. Setting cerita merupakan tempat kejadian cerita atau latar cerita tidak berdiri sendiri, berhubungan dengan waktu dan ruang (Waluyo, 2002: 23). Dalam drama unsur ini sangatlah penting, selain sebagai bentuk penyimbolan terhadap sesuatu, latar cerita juga berfungsi sebagai penanda waktu (dapat berupa tanggal, tahun, bulan, pagi, siang, sore, malam), dan untuk memberikan kesan dramatis terhadap suatu peristiwa yang terjadi dalam cerita drama tersebut.
Adapun aspek ruang dalam drama “Gadis Modern” tergambar jelas pada narasi awal tiap babak, pada babak pertama :
Panggung merupakan kantor Tuan Salim. Perabot: di tengah sebuah meja, empat kursi, dan di tepi sedikit sebuah meja dengan buku-buku dan sebuah kursi; di dinding tergantung sebuah kalender dan sebuah sangkutan kopi.
Ketika layar diangkat, Salim masuk dari pintu bertongkat, sambil menyapu keringatnya. Dia duduk dikursi tengah, mengambil serutu dari kantungnya, lalu merokok. (Antologi drama jilid 2 hlm 119)
Adapun latar tempat pada babak kedua sebagi berikut :
Panggung merupakan beranda muka rumah Tuan Sastra. Perkakas diatur secara modern : di tengah 4 buah kursi yang berbantal, 1 buah meja, di sudut sebelah kiri dipan, lengkap dengan bantalnya, di sudut sebelah kanan lemari buku.
Waktu layar diangkat tampak Marriana, berpakaian secara modern dengan tangan kanannya dipegangnya sebuah tas tangan. Dia berjalan mondar-mandir sambil melihat sesekali ke jalan besar. Dia duduk di kursi, tetapi gelisah dan berdiri kembali. Pergi membuka lemari buku, dipegangnya sebuah buku, tetapi ditutupnya kembali lemari itu. (Antologi drama jilid 2 hlm 127)
Dan berikut adalah latar tempat pada babak terakhir :
Panggung dan perabot seperti babak pertama. Waktu layar diangkat tampak Ruslan menulis dengan tenang. Dia cuma memakai kemeja saja. Tak lama masuk Rustam dengan gembira. (Antologi drama 2 hlm 136)
Adlin Affandi menyajikan aspek tempat tersebut dalam ketiga babak hanya melalui narasi awal, karena semua peristiwa dalam drama hanya berlangsung dalam kedua ruang domestik tersebut, yaitu kantor Tuan Salim dan beranda rumah Engku Sastra. Jadi pengarang tidak perlu menjelaskan latar tempat  lagi di tengah atau akhir babak, karena drama ini hanya berkisar dan terfokus pada satu ruang domestik di tiap-tiap babak. Penyajian latar tempat hanya pada narasi dimungkinkan agar pembaca bisa mengetahui secara langsung di awal mengenai tempat cerita tersebut dilakukan, pembaca juga bisa lebih mudah dalam memahami cerita dengan adanya penyajian aspek tempat hanya pada narasi awal karena tempat peristiwa tidak mungkin melebar, serta dimungkinkan agar pembaca atau penonton selanjutnya bisa terfokus pada struktur dan tekstur drama yang lain sehingga benar-benar paham akan jalannya cerita dan menangkap nilai-nilai yang terkandung pada drama.
Dan pada hakikatnya drama “Gadis Modern” ini ditulis untuk dipentaskan, hal ini terbukti bahwa pengarang selalu menggunakan kalimat /pada waktu layar diangkat/ yang terdapat pada narasi sehingga mengindikasikan bahwa drama ini setting utamanya pasti di panggung pertunjukan. Namun dalam layar tersebut pengarang menyajikan settingan suatu tempat pribadi yang sangat detail gambaran kondisinya. Jadi pengarang sengaja hanya menfokuskan dua latar tempat jalannya cerita pada drama tersebut karena satu latar tempat pada tiap babak sudah mampu mewakili dan membawa jalannya cerita mulai dari pengantar hingga pada konflik yang timbul dan berakhir pada penyelesaian.
Latar waktu adalah waktu yang menjadi latar belakang peristiwa, adegan, dan babak itu terjadi, (Santosa, 2008). Latar waktu biasanya ditandai oleh menit, jam, hari, minggu, bulan, tahun, pagi, siang, malam, dan lain-lain, tetapi kadang pengarang hanya memberi rambu-rambu terjadinya peristiwa. Aspek waktu dalam latar dibagi menjadi dua.
Pertama, fable time (waktu cerita) yaitu waktu yang sebenarnya terjadi ketika cerita itu benar-benar dilakukan. Jadi waktu cerita pasti terjadi sebelum drama tersebut dibuat, bisa terjadi beberapa bulan atau tahun yang lalu. Waktu cerita selalu lebih lama dibanding waktu penceritaan. Dalam drama “Gadis Modern” pada babak pertama terdapat percakapan antara Salim dan Rustam,
Rustam : (Melihat arloji tangannya, berkata kepada dirinya sendiri) Sudah pukul 10, tempo untuk berhenti sebentar. (Mendekati ayahnya) Alangkah panasnya hari ini yah! Boleh jadi turun hujan malam ini .........
Salim : (melihat Rustam dengan tenang) Kau mau kemana sepagi ini? Kemana kau tadi? (Antologi drama jilid 2 hlm 119)

Selanjutnya terdapat pada percakapan berikut ini :

Salim : Cuma 4 hektar saja. Besok sudah datang bibit baru dari kantor Landbow. Sebab itu ayah mau, supaya kebun yang baru itu lekas siap . kalau kuli-kuli itu bekerja dengan baik, barangkali dalam tempo 2 minggu lagi, akan dapat kita mulai bertanam. Mengapa si Ruslan belum juga pulang sampai begini hari? Ke mana dia? Lihatlah (pergi ke meja tulis) buku-bukunya masih terbuka juga.
Rustam : (Berdiri) Dia pergi tadi ke Siboga. Boleh jadi senbentar lagi dia kembali. (melihat ke kalender) Ayah, besok hari minggu, hari vrij. Bolehkah saya pakai motor itu? Saya hendak ke Siboga bersama dengan abang. (Antologi drama jilid 2 hlm 119)

Adapun pada babak kedua terdapat percakapan antar Basiran dan Ardi.

Anna : apa Yah? Si Ruslan akan datang? Pukul berapa datangnya?
Sastra : Ya, mereka akan datang. Si Ruslan dan si Rustam akan datang pagi ini juga .......(Antologi drama jilid 2 hlm 129)
..........
Basiran : kau betul-betul keledai. Semalam sudah diajari si Ruslan dan si Rustam dua jam lamanya. Turut saja apa yang dikatakan mereka. Habis perkara!
Ardi : Hampir-hampir lupa aku yang diajarkan mereka semalam ........(Antologi drama jilid 2 hlm 132)
Pada babak terakhir aspek waktu sedikit bisa terdeteksi melalui percakapan berikut :
Sastra : betul itu Anna. Patutlah tertarik betul hatiku hendak kemari. Rupanya Engku Salim di dalam sakit sudah berapa lamakah sakitnya?
Ardi : baru semalam.(antologi drama jilid 2 hlm 141)
Dari cuplikan percakapan diatas dapat disimpulkan bahwa latar waktu dalam drama “Gadis Modern” babak pertama adalah pagi hari pada hari sabtu. Pada babak kedua juga digambarkan pada pagi hari. Adapun pada babak ketiga tidak dinyatakan secara jelas, namun pembaca dapat menebak bahwa kejadian tersebut terjadi antara pagi atau siang hari. Pengarang tidak menuliskan latar waktu secara langsung dan detil seperti pada latar tempat, akan tetapi pengarang menyajikan latar waktu melalui dialog-dialog antar tokoh dan memberi kesempatan pembaca untuk menyimpulkannya. Pengarang tidak memberi indikasi latar waktu secara detil dimungkinkan karena latar waktu dalam drama ini dianggap tidak berperan penting dalam keberhasilan jalannya cerita dan agar sutradara mampu mengeksplorasi lebih lanjut mengenai waktu cerita dalam pementasan drama “Gadis Modern” sehingga drama ini bisa fleksibel dan tidak terpaku pada satu pementasan yaitu ketika drama ini diterbitkan, pada tahun 1941-an tetapi juga dapat dipertujukkan pada tahun-tahun berikutnya.
Kedua, narrative time (waktu penceritaan) yaitu waktu yang terjadi ketika cerita itu dibuat oleh pengarang. Jadi waktu cerita terjadi ketika peristiwa yang sebenarnya sudah dilakukan. Oleh karena itu bisa jadi cerita yang terjadi selama bertahun-tahun disampaikan hanya dalam beberapa jam. Dalam drama tersebut tidak disinggung sama sekali mengenai waktu penceritaan yang dilakukan oleh pengarang cerita, hanya disebutkan waktu cerita dan itupun tidak secara langsung dan detil.
Selanjutnya adalah aspek suasana. Drama “Gadis Modern” memiliki latar suasana yang cukup jelas disajikan melalui dialog dan teks samping. Suasana yang muncul dalam drama “Gadis Modern” antara lain adalah heran, marah, tegang, hormat dan segan, menggebu-gebu, bingung, romantis, dan penyesalan. Karena drama ini berjenis komedi ringan maka suasana dibuat ringan antara lucu atau kocak dan serius dan sedemikian rupa memancing emosi penonton maupun pembaca naskah drama karena di balik humor tersebut terdapat makna sangat berharga yang ditawarkan oleh pengarang.
Berikut adalah penyajihan aspek suasana melalui teks samping naskah.
Rustam : (Heran) Haa. Apa? Abang hendak ke Medan? Tentu dia tidak mau ke rumah om Sastra. Bukankah biasanya kupon itu dikirim saja dengan pos? Ayah ada-ada saja. (hlm. 120)
..........
Basiran : jangan main-main Tuan, mana mau Tuan membawa kami ke Medan.
Rustam : saya tak mau main-main dan berbohong.
(Basiran dan Ardi tercengang). (hlm. 125)
..........
Salim : (Marah) Hari-hari mengobrol saja. Bukankah kau sudah minum kopi Rustam? ..... (hlm. 137)
.........
Basiran : getah ini sudah cukup bagus untuk dibawa Tuan besar ke pabrik.
Salim : apa katamu? Aku mesti membawa getah ini ke pabrik? Kau sudah berani kurang ajar padaku?
            (Basiran takut, mundur dua langkah).
Rustam : bukan Ayah, tetapi dia yang mesti membawanya.
Salim : (Bertambah marah) Aku bukan bicara kepadamu, tetapi kepada si Basiran ....... (hlm. 137)
...........
Sastra : (Heran) Si Basiran... kapankah dia bernama si Basiran? Bukankah itu si Rustam ......
Basiran : (Pura-pura bodoh) Apa? (hlm. 140)
............
Salim : seumur hidup saya belum lagi pernah saya mendapat penyakit yang menular. Penyakit apa katanya?
Satra : (Gugup) Katanya, Engku mendapat penyakit gila. (hlm. 143)
...........
Salim : ya, tapi.. (Marah) Mengapa kamu berdua berani memperolok-olokkan ayahmu, Engku Satra, dan  Anna?
Rustam : untuk memperlihatkan apa artinya cinta bagi Anna. Lihat ........
Anna : (Marah) bnar-benar rumah gila disini! Ayoh, ayah mari pergi lekas supaya jangan ketularan.
Sastra : macam apa ini Engku Salim? Engku benar-benar gila mau dipermainkan anak Engku. Engku membiarkan kami dipermalukan seperti ini betul-betul anak gila, bapak gila disini saya lihat.
Salim : Ya.... (Sekonyong-konyong geram menghentakkan tongkatnya) Gila boleh jadi, tapi bukan gila harta. ......... (hlm. 145)

Penyajian aspek suasana melalui teks samping oleh pengarang mempunyai beberapa kelebihan yaitu pertama, pembaca dapat mengetahui secara langsung suasana hati dan perasaan tokoh. Kedua, pihak sutradara atau pemeran cerita dapat mengetahui secara langsung ekspresi atau nada bicara yang akan ditampilkan dalam pertunjukkan karena terkadang bahasa tulisan yang dimaksud pengarang tidak sesuai dengan bahasa lisan yang dituturkan para pemain sehingga terjadi kesalahan presepsi. Oleh sebab itu pengarang banyak menggunakan teks samping untuk membantu menghidupkan suasana.
Selanjutnya penyajihan aspek suasana melalui dialog antar tokoh sebagai berikut :
Rustam : hmm, dari tadi sudah kuterka, akan kesitu jadinya. Kalau abang nanti dipertunangkan dengan si Anna, bagaimana dengan si Ijah? Abang sudah bertunanga dengan Ijah anak mandur kita.
Ruslan :  (Berdiri) aku akan dikawinkan dengan si Anna? Tidak! Aku membantah! Aku tidak mau. (hlm. 121)
“Tergambar suasana marah dari tokoh Ruslan”.
..........
Ruslan : (marah) Aku, aku kau katakan penakut? Segala perbuatan akan kuperbuat, jika atas nama Ijah yang kucintai itu, walaupun jiwaku akan melayang.
Rustam : Bravo! Kalau si Ijah mendengar ini, tentu akan merah padam warna mukanya. Tentu dia akan bersuka ria dan berlebih-lebihan kasih sayangnya kepada abang. (hlm. 124)
“Tergambar suasana romantisme dan kesetiaan dari tokoh Ruslan kepada si Ijah, dan suasana yang menggebu-gebu mensupport Ruslan dari tokoh Rustam”.
.........
Anna : ............... Ayah lihat pakaian saya yang begini sudah cukupkah bagusnya untuk menerima si Ruslan? Perlukah saya bertukar pakaian?
Sastra : bukan pakaian yang ayah katakan, tetapi membersihkan perkakas rumah kita. (memebetulkan kain meja)
Anna : pakaian saya nanti kotor! Saya tidak mau! Ibu saja Ayah suruh! (Membetulkan sanggulnya) Ayah, bagaimanakah rupa si Ruslan sekarang? Cantikkah di? Aksikah dia? (hlm. 129)
“Tergambar suasana gembira, penasaran, dan agak nervous dari tokoh Anna ketika akan bertemu si Ruslan”.
.........
Ardi : perasaanku sewaktu memasuki rumah ini amat berlainan dari biasanya. Tidakkah kau lihat tadi bagaimana encik itu melihat aku? Tak pernah aku berjumpa dengan anak perempuan seperti dia.
Basiran : nah ada susahnya, tentu ada pula senangnya.
Ardi : sewaktu encik itu memegang tanganku, seperti aku tidak ada lagi di dunia ini.
Basiran : bukan kau saja, akupun juga.
Ardi : Tertarik hatiku melihat dia ....... (hlm. 132)
“Tergambar suasana kagum, jatuh cinta, dan kasmaran dari tokoh Ardi kepada Anna”.
...........
Anna : tak usah di dalam pondok, walaupun beratapkan langit, berlantaikan bumi, aku takkan merasa keberatan. Aku tidak mengharap tinggal di istana yang indah, dalam rumah yang besar.
Ardi : dan gajiku Cuma tiga puluh-lima sen sehari. Maklumlah encik.
Anna : walaupun kau tidak bekerja, tidak berpendapatan satu sen pun, aku masih tetap setia kepadamu. Aku tidak akan suka hidup berlebih-lebihan seperti orang lain.
Ardi : apa yang kau katakan ini memang sebenarnya. Kau nanti menyesal. (hlm. 133)
“Tergambar suasana tenang, tentram dan terlarut dalam keromantisan antara tokoh Anna dan Ardi (yang menyamar jadi Ruslan)”
...........
Sastra : ah, ya, hendaknya kita datang ke sana jangan ditentukan harinya. Kita datang tiba-tiba saja. Dengan jalan begitu mereka tidak usah bersusah payah menyediakan ini itu.
Ardi : Haaaaaa.. pening kepalaku rasany. (Memegang kepalanya) Om bermaksud datang tiba-tiba. Apa yang akan kuperbuat? (hlm. 135-136)
“Tergambar suasana terkejut atau shock dari tokoh Ardi)
...........
Salim : saya tidak menyangka Engku Satra dan Marianna akan seperti itu. Macam-macam! Aku dikatakannya gila.
Rustam : saya sudah menolong Abang dari bahaya besar, dari pelukan gadis yang main modern. .....
Ruslan : ....... terima kasih, Rustam. Si Ijah pun berterima kasih juga.
Ardi : harap Tuan jangan lupa kepada saya. (hlm. 145)
“Tergambar suasana penyesalan dari tokoh Salim, suasana gembira dan lega dari tokoh lainnya”

Penyajian aspek suasana melalui tekstur dialog oleh pengarang disajikan secara tersirat. Namun pengarang sudah pasti memilah dan memilih dialog-dialog yang mampu dicerna dan dibayangkan suasananya oleh pembaca, jadi suasana tersebut secara serta-merta ditimbulkan implisit dalam dialog sehingga nada dan suasana yang dialami oleh tokoh bisa terbaca meskipun pengarang tidak memberikan penjelasan atau keterangan suasana secara eksplisit. Dan penyajian aspek suasana dalam dialog juga mampu mengasah tingkat sensitivitas pemain drama untuk melakukan improvisasi dalam intonasi, jeda, nada, dan lain-lain ketika acting. Jadi pengarang naskah sudah cerdik dalam menulis naskahnya, karena disamping menyuguhkan aspek suasana melalui teks samping yang otomatis suasana tersebut telah tergambar jelas dan terpaku pada intuisi pengarang, namun pengarang juga menyuguhkannya dalam bentuk dialog yang nota bene memberi kebebasan bagi pemeran atau pembaca dalam membayangkan dan mengeksplorasi kemampuan pemahamannya yang secara tidak sadari sudah dikontrol dan dibatasi dengan pemilihan kalimat dan diksi oleh pengarang naskah.

Pemaknaan Dominasi Aspek Ruang Domestik dalam Drama “Gadis Modern”
            Pada analisis latar tempat di atas dan berdasarkan narasi ketiga babak pada naskah drama “Gadis Modern” karya Adlin Affandi dalam antologi drama Indonesia jilid 2 (1931-1945) sudah teridentifikasi bahwa keseluruhan latar tempat dalam drama ini adalah dalam ruang domestik atau ruang personal. Hal ini terbukti pada narasi awal babak pertama menunjukkan bahwa latar tempat adalah kantor pribadi Tuan salim, babak kedua menunjukkan latar tempat terjadi di beranda muka rumah Engku Sastra, dan pada babak ketiga latar tempat kembali di kantor Tuan Salim. Hal ini sengaja dibuat sedemikian oleh pengarang agar pembaca dan penonton terfokus pada satu ruang saja di tiap babak. Disamping itu pengarang lebih memilih ruang-ruang domestik atau ruang pribadi sebagai latar tempat yang mendominasi drama ini dimungkinkan agar pembicaraan, sikap, dan perilaku hanya boleh terjadi dan dilakukan oleh orang-orang tertentu saja, artinya ruang-ruang tersebut hanya bisa dimasuki oleh golongan tertentu, tidak sembarang orang bisa memasukinya. Dalam ruang domestik tersebut, pengarang juga memberi banyak aturan dan batasan untuk masuk dan berada dalam ruangan itu. Sesuai dengan nuansa drama ini yang mengenal adanya kasta dan dalam drama ini kasta membawa pengaruh yang sangat besar dalam berperilaku dan berbicara. Seperti dalam cuplikan dialog berikut ini :
(Basiran seorang kuli, membawa kaleng tempat getah di tangannya masuk dengan hormatnya, menghadapi mereka)
Basiran : (sambil berjongkok menghadap Rustam) Tuan muda, coba Tuan lihat getah ini, sudah cukup baiknya untuk dibawa ke pabrik? (hlm. 123)
..........
(Ardi dan Basiran masuk dan berjongkok)
Rustam : Tidak! Jangan disitu, duduk di mari, di kursi ini. (menunjuk dua kursi tapi Ardi dan Basiran berjongkok juga).
Rustam : Berdiri dan duduk di kursi ini. Ayoh.
(Ardi dan Basiran berdiri perlahan-lahan dan menghampiri kursi yang ditunjukkan oleh Rustam)
Basiran : Biarkanlah kami berdiri saja. Tidak biasa kami duduk di kursi. (hlm. 124)

Dari cuplikan dialog dan teks samping diatas sudah jelas bahwa jikalau ingin memasuki ruang pribadi atau ruang majikan haruslah orang-orang yang memiliki kasta dan derajat yang sama dengan majikan. Namun jika ada orang yang berkasta rendah ingin masuk ruangan personal tersebut, maka dalam memasukinya harus menerapkan aturan-aturan seperti : berjalan sambil jongkok, duduk di bawah, dan cara bicara dan berperilakunya harus sopan dan halus. Hal tersebut mengindikasikan bahwa pengarang sengaja mendominasikan ruang domestik sebagai latar tempat karena membatasi percakapan dan golongan yang masuk dalam ruang itu dan pengarang masih menerapkan adanya sistem kasta yang berpengaruh besar di segala aspek kehidupan tokoh dalam drama tersebut.

***
Berdasarkan analisis naskah drama “Gadis Modern” karya Adlin Affandi dapat disimpulkan bahwa drama yang berjenis komedi ringan tersebut mempunyai keunikan dalam segi aspek ruang, karena keseluruhan latar dalam drama ini didominasi oleh ruang-ruang domestik yang tergambar pada narasi awal di tiap-tiap babak. Hal ini dilakukan pengarang karena pengarang sengaja membatasi melebarnya pembicaraan, perilaku atau sikap, dan lain-lain serta membatasi orang-orang yang masuk dan berada pada ruang personal tersebut, sehingga tidak sembarang orang boleh memasukinya dan tidak sembarang pembahasan serta sikap boleh terjadi atau dibicarakan dalam ruang tersebut.
Adapun penyajian struktur latar atau setting oleh pengarang dalam drama “Gadis Modern” terfokus melalui tekstur drama yaitu, narasi, dialog, dan teks samping. Aspek tempat hanya digambarkan pada narasi awal naskah drama agar pembaca bisa mengetahui secara langsung tempat cerita tersebut dilakukan, pembaca juga bisa lebih mudah dalam memahami cerita dengan adanya penyajian aspek tempat hanya pada narasi awal karena tempat peristiwa tidak mungkin melebar. Latar waktu dalam drama ini tergambar dalam dialog antar tokoh, namun kurang begitu jelas dan detil. Hal ini dimungkinkan karena latar waktu dalam drama ini dianggap tidak berperan penting dalam keberhasilan jalannya cerita dan agar sutradara mampu mengeksplorasi lebih lanjut mengenai waktu cerita dalam pementasan drama “Gadis Modern” sehingga waktu drama ini bersifat fleksibel. Sedangkan latar suasana disajikan melalui dialog dan teks samping. Secara general, Penyajian suasana melalui teks samping agar pembaca dapat mengetahui secara langsung suasana hati dan perasaan tokoh sehingga terjadi kesalahan presepsi. Dan penyajihan melalui dialog mampu mengasah tingkat sensitivitas pembaca dan pemain drama untuk melakukan improvisasi dalam intonasi, jeda, nada, dan lain-lain.
Drama bukan hanya sekedar bacaan yang bersifat menghibur, akan tetapi di dalamnya juga mengandung nilai-nilai positif yang dapat mendidik dan menambah wawasan pembaca. Oleh karena itu penulis berharap masyarakat pembaca tidak hanya sekedar membaca ringan tetapi juga mampu menyelami makna-makna yang terkandung di dalam naskah drama, bahkan akan lebih baik pula apabila pembaca lebih teliti dan kritis dalam membaca drama, yaitu mengidentifikasi tekstur dan struktur serta permasalahan yang ada pada unsur-unsur tersebut, serta mampu menarik makna dan nilai-nilai dari keunikan struktur drama.
                                         

Contoh-contoh Teater Tradisional dan Modern
. - Pada waktu itu saya sempat memposting tentang Tokoh Terkenal Seniman Tari Indonesia . Sekarang saya akan sedikit memberikan contoh dari teater tradisional dan teater moder . Lalu apa itu teater . Teater adalah istilah lain dari drama, tetapi dalam pengertiannya yang lebih luas, teater adalah proses pemilihan teks atau naskah, penafiran, penggarapan, penyajian atau pementasan dan proses pemahaman atau penikmatan dari public atau audience (bisa pembaca, pendengar, penonton, pengamat, kritikus atau peneliti) . Teater di artikan dalam 2 arti dalam arti luas dan arti sempit
Teater dalam arti sempit = Sebagai drama ( Kisah hidup atau kehidupan manusia yang di ceritakan melalui pertunjukkan pentas ).
Teater dalam arti luas = Segala tontonan atau pertunjukkan yang di pertunjukkan di hadapan orang orang banyak .
Adapun unsur-unsur dalam teater meliputi :
1. Naskah atau Skenario
berisi kisah dengan nama tokoh dan dialog yang diucapkan dalam cerita tersebut .
2. Pemeran
3. Sutradara
Seseorang yang menjalankan atau memimpin jalanya produksi teater .
4. Properti
Sebuah perlengkapan yang di perlukan dalam pementasan teater . Seperti halnya meja,kursi dll.
5. Penataan
dalam unsur penataan ,penataan di bagi dalam 4 penataan antara lain tata rias , tata busana , tata lampu , tata suara .
baik kita ke Topik , saya akan memberikan contoh teater tradisional terlebih dahulu apa saja itu , simak di bawah ini :
1. Ketoprak
ketoprak merupakan seni teater yang di perkenalkan dari yogyakarta jawa tengah . Jenis teater yang ini adalah pentasan yang di selingi dengan lagu-lagu jawa dan di iringi dengan gamelan .
2. Ludruk
Kesenian yang berasal dari jawa timur . Ludruk merupakan suatu pertunjukkan yang oleh sebuah group kesenian dan dalam pertunjukkanya ludruk menceritakan tentang kehidupan rakyat ,cerita perjuangan yang di selingi dengan lawakan dan gamelan sebagai pengiringnya .
3. Wayang orang
cerita wayang purwo( wayang kulit) yang di panggungkan dengan pemeran orang dewasa yang di padukan dengan gerakan tari . Adapun sumber ceritanya dari Ramayana dan Mahabarata .
4. Reog
Seni tradisional dari jawa timur yaitu ponorogo , dalam seni reog ini , pementasan di lakukan atau di pertunjukkan di arena terbuka . Pemeran utamanya adalah orang berkepala singa dengan hiasan bulu merak . Dan di tambah penari bertopeng(pentholan) dan juga penari kuda lumping .
5. Lenong
Kesenian yang berasal dari orang betawi atau jakarta ini mempertunjukkan sandiwara dengan iringan gambang kromong dan menggunakan dialog betawi . Yang utama dari bagian lenong adalah silat ,tarian dan lawak .
6. Sendratari(Seni drama dan tari)
Kesenian yang bercerita tentang cerita wayang dan cerita legenda . Namun dalam pementasan ini hanya di sajikan dalam bentuk tarian tanpa adanya sebuah dialog . Dan di sini gamelan juga sebagai pengiring musiknya .
Di atas adalah contoh dari teater tradisional di negeri kita . Berikutnya kita ke teater modern . Teater modern merupakan pengaruh dari budaya asing . Hal ini merupakan alkulturasi ( pencampuran) budaya indonesia dan budaya asing yang berbeda sifatnya dengan budaya asli dari indonesia . Dan di bawah ini adalah conthoh dari teater modern :
1. Komedi stambul
disebut sebagai komedi stambul di karenakan ceritanya mengenai kejadian-kejadian di stambul dan konstaninopel , persia , arab , dan india . Cerita ceritanya di ambil dari kisah 1001 malam .
2. Komedi bangsawan
disebut komedi bangsawan karena ceritanya mengenai bangsawan yang berasal dari tana semenajung atau negeri jiran

Senin, 02 Maret 2015

Misteri Bangku Kereta Api Nomor 13

  

Perjalanan jauh dengan kereta merupakan sebuah perjalanan yang penuh dengan petualangan. Banyak hal yang bisa kita dapat dari perjalanan jauh ini. Seperti halnya kisah perjalananku selama dua hari satu malam dengan Kereta Bima, Jakarta-Surabaya. Perjalanan kali ini, seperti halnya perjalana-perjalanan sebelumnya, tak pernah kusia-siakan hanya dengan melihat-lihat pemandangan lewat jendela ataupun tertidur sepenjang perjalanan. Ada suatu hal yang biasa kulakukan untuk mengisi perjalanan dengan kereta api yaitu dengan “mengobrol”. Mengobrol merupakan cara yang ampuh untuk mengusir rasa bosan dan juga baik untuk kesehatan terutama otot-otot muka guna menjaga keremajaan kulit dan elastisitasnya. Mengobrol hanya membutuhkan sedikit energi dengan sedikit cemilan dan sebotol softdrink lengkap sudah fasilitas untuk memulai suatu obrolan.
Sudah tiga puluh menit berlalu semenjak aku terduduk sendiri di bangku nomor 14 gerbong ketiga. Kulihat bangku nomor 15 yang terletak disebelahku belum juga terisi penumpang dan juga bangku nomor 13 dan 12 yang terletak di hadapanku kosong sama sekali. “Kalo begini gimana aku bisa dapat teman ngobrol?”.
“Ting…teng…ting…teng…lima menit lagi Kereta Bima akan segera diberangkatkan”, begitu bunyi pengumuman dan petugas stasiun. Kereta mulai penuh oleh para penumpang. Semua bangku telah terisi kecuali tiga buah bangku yang ada di dekatku, tak juga ada yang menempati. Sudah empat puluh menit aku menunggu teman seperjalananku, namun mungkin takdir berkata lain. Di perjalanan kereta kali ini, mungkin akan kulewatkan dengan tidur atau melihat-lihat pemandangan saja.
“Huaaaah…!!”, suasana ini membuatku mengantuk, mataku mulai berkaca-kaca. Tak terasa aku pun terlelap untuk beberapa waktu. “Roooeng…!!!”, “Hah, bunyi apa itu…?”, aku tersentak, dan bangun dari tidurku. Oh rupanya bunyi yang melengking itu hanyalah bunyi pertanda kereta akan segera diberangkatkan. Kereta pun mulai berangkat. “Huaaah…!!”, lagi-lagi meliuk-liukkan tubuhku, mencoba melemaskan semua otot-otot yang tadi kaku karena kugunakan tidur dalam keadaan duduk. Kini ngantukku serasa hilang dalam sekejap oleh getaran-getaran berirama yang ditimbulkan oleh roda-roda kereta. Kuperhatikan sekelilingku, nampaknya bangku nomor 12 dan 13 yang ada dihadapanku serta bangku nomor 15 yang terletak di sampingku memang tak ada yang menempatinya. Atau memang tak ada yang mau mendudukinya? Ah masa bodoh…
Tiba-tiba seorang wanita muda dengan tergesa-gesa berjalan sambil menyeret sebuah koper yang tampaknya cukup berat menuju ke arahku. Dia tampaknya butuh pertolongan. Pak kondektur pun menghampirinya. “Anda butuh pertolongan Nyonya?”, tegurnya dengan sopan. “Iya Pak, tolong saya Pak!”, ujar nyonya itu dengan nada setengah panik. “Maaf nyonya, bisa tolong tunjukkan tiket anda?”, ujar sang kondektur. “Ini pak, saya duduk di bangku nomor 13”, jawabnya dengan nafas terengah-engah. “Oh bangku nomor 13 ada di sebelah sini nyonya. Silahkan, anda bisa duduk dan tenangkan diri anda terlebih dahulu”, ujarku memotong pembicaraan mereka.
“Pak kondektur..anak saya pak…anak saya hilang di kereta ini”, ujar nyonya itu yang tampaknya tak menghiraukan perkataanku.
Pak kondektur pun berkata lagi pada nyonya itu dengan lembut “Nyonya, anda bisa duduk dulu di bangku dan ceritakan semua kejadiannya pada kami.”
Mendengar hal itu kemudian si nyonya pun akhirnya duduk dan kemudian mulai mencoba menenangkan diri. Setelah merasa cukup tenang ia pun bercerita “Begini Pak Kondektur, aku naik ke kereta ini bersama anak laki-lakiku yang bernama Andi. Ketika kami tiba di stasiun, kereta hampir saja berangkat. Karena takut ketinggalan kereta aku pun menaikkan Andi terlebih dahulu kemudian aku turun lagi untuk membawa koper yang kutitipkan pada seorang penjual makanan yang menunggu di depan pintu masuk gerbong lima kereta ini. Sementara itu Andi ku suruh mencari tempat duduk nomor 13 dan 14 yang telah kami pesan. Saat itu para penumpang masuk secara berdesakkan, mungkin mereka juga tak ingin ketinggalan kereta. Bahkan ketika aku ingin masuk, hampir saja aku terdorong keluar oleh penumpang lain yang juga turut berdesak-desakkan. Dan sesampainya di dalam kereta aku mencari-cari Andi dan tidak menemukannya.”
“Oh begitu”, ujar kondektur manggut-manggut. “Ehm begini saja nyonya. Sekarang saya akan mencari anak nyonya dan nyonya silahkan tunggu di sini. Oh ya apakah nyonya yakin kalau anak nyonya sudah masuk ke dalam kereta ini?”, Tanya pak kondektur.
“Saya yakin pak. Anak saya tak mungkin keluar lagi, karena ketika kami masuk, para penumpang yang lain juga masuk bahkan hingga berdesak-desakkan sehingga tak mungkin ia bisa keluar.”, jelas nyonya itu.
“Oh ya, bagaimana ciri-ciri anak nyonya?”
“Hmm…anak saya memakai baju kemeja warna biru laut dan celana pendek warna hitam. Umurnya 10 tahun dan tingginya sekitar 150 cm. Ia berkaca mata dan rambutnya hitam lurus.”, jawab nyonya itu.
“Ya…cukup jelas, kami pasti menemukannya”, ujar sang kondektur meyakinkan nyonya itu.
Lima menit telah berlalu, namun si kondektur tadi tak juga kembali. Nyonya itu nampak masih gelisah sejak tadi, wajahnya memerah dipenuhi sejuta penyesalan.
“Maaf nyonya, mau permen?”, ujarku seraya menyodorkan lima bungkus permen cokelat yang tadi kubeli dari pedagang kaki lima.
“Hmm maaf…terima kasih”, ujarnya menolak.
“Tenang saja nyonya, tak perlu terlalu gelisah. Anak nyonya pasti ditemukan, mungkin saja dia tadi bingung dan tersesat di gerbong lain. Kereta ini kan hanya terdiri dari beberapa gerbong dan anak nyonya tak mungkin akan jauh-jauh pula dari sini’, ujarku mencoba menenangkannya.
“Oh ya, tujuan nyonya mau kemana?”
“Hmm….saya mau ke Surabaya, ke rumah kakak ipar saya untuk mengabarkan suatu hal”, jawab nyonya itu.
“Lalu suami anda…?”
“Dia baru saja wafat tiga hari yang lalu”
“Oh maaf nyonya…ehm saya turut berduka cita atas wafatnya suami nyonya.”
Waktu pun telah berlalu dua jam lamanya. Hari kini mulai beranjak sore, kereta api delapan gerbong yang kini kunaiki mulai menembus senja. Obrolanku dengan nyonya ini semakin menarik saja, dan nampaknya si nyonya mulai melupakan anaknya yang belum juga ditemukan.
Saat ini aku mulai tahu banyak tentang nyonya itu. Ternyata yang duduk di bangku nomor 12 adalah anaknya dan yang duduk di bangku nomor 15 yang ada disebelahku adalah suaminya yang kini telah wafat semenjak tiga hari yang lalu. Suaminya adalah seorang polisi lokal. Ia wafat karena tertembak ketika terjadi baku tembak dengan para perampok bank tiga hari yang lalu. Semula mereka bertiga memang hendak liburan ke rumah Nenek anak semata wayangnya di Surabaya. Kematian sang Ayah pada mulanya membuat rencana kepergian Si Nyonya dibatalkan. Namun karena si Nyonya kemudian mendapat kabar bahwa ibundanya di kampung halaman sedang sakit keras, dan dengan pertimbangan tiket yang sudah dipesan, jadilah mereka berdua memaksakan diri pergi ke Surabaya meskipun masih dalam suasana duka.
“Maaf nyonya apa makanan favoritmu?”, tanyaku.
“Hm…aku amat menyukai cokelat, suamiku dan anakku juga menyukainya. Cokelat sudah lama menjadi makanan favorit keluarga kami.”, jawabnya. “Kalau anda Tuan?”
“Hmm…aku juga suka cokelat, tapi terkadang aku juga suka permen dan juga kembang gula. Pokoknya semua makanan yang manis-manis aku menyukainya.”, jawabku.
Tiba-tiba si nyonya itu mengeluarkan sebuah kotak dari tas kecil yang diipangkunya. Dan ia membuka kotak itu. Ternyata isinya adalah cokelat.
“Anda mau cokelat, Tuan?”, ujarnya seraya menyodorkan kotak itu ke arahku.
Aku pun mengambil tiga bungkus cokelat dari kotak itu. “Hmm…terima kasih nyonya.”, ucapku seraya menaruh dua bungkus cokelat ke dalam saku kemejaku. Sementara yang sebungkus lagi kubuka dan kumasukkan ke dalam mulutku.
“Bagaimana rasanya, Tuan?”, Tanya nyonya itu.
“Hmm…sangat enak.”, jaawabku.
Nyonya itu cukup menarik untuk dijadikan teman ngobrol. Setelah sekian lama mengobrol tampaknya aku mulai suka padanya. Wanita itu lumayan cantik, wajahnya sangat ayu dengan bibirnya yang manis. Matanya juga indah. Rambutnya tergerai lurus sepinggang. Lama-lama aku merasa tertarik kepadanya. Hatiku mulai bertanya-tanya “Apakah aku telah jatuh cinta?’
Dalam sekejap kami menjadi lebih akrab. Rupanya si nyonya itu juga suka mengobrol sepertiku. Kami pun melanjutkan obrolan kami hingga lupa waktu.
Sejam kemudian. Pak kondektur datang mengantarkan seorang anak berambut lurus dan berkaca mata. “Oh anakku!”, si nyonya sejenak tersentak melihat anaknya, lalu memeluknya sambil menetesakan air mata. Ia baru ingat bahwa anaknya telah hilang di kereta beberapa jam yang lalu. Dengan perasaan bersalah ia pun memeluk anaknya erat-erat sambil menangis.
Aku dan pak kondektur hanya bisa memandang kedua anak dan ibu itu sambil tersenyum lega. Setelah itu si nyonya itu pun kemudian berterima kasih kepada pak kondektur.
“Maaf nyonya kami terlalu lama menemukan anak anda. Tampaknya anak anda tersesat di kereta ini dan kelelahan, lalu ia pun tertidur di dekat tumpukkan barang di pojok gerbong delapan. Tadinya kami tak mengira anak itu bersembunyi di sana. Namun, setelah kami berpikir bahwa tak ada salahnya memeriksa tumpukkan barang kami pun memeriksanya dan berhasil menemukan anak nyonya ini.”, jelas pak kondektur.
‘Tak apa-apa pak kondektur, yang penting saat ini anakku sudah di temukan. Terima kasih….pak…saya ucapkan beribu-ribu terima kasih.”, ujar nyonya itu.
“Tak apa nyonya, itu memang sudah tugas kami.”, ujar pak kondektur.
Tak lama kemudian suasana pun kembali tenang. Sang anak sudah duduk di bangkunya dan si nyonya kembali melanjutkan obrolannya denganku. Kami pun mengobrol cukup lama dan kuperhatikan, selama kami mengobrol, anak nyonya itu menatapku tajam ke arahku. Aku jadi sedikit salah tingkah.
Anak nyonya itu tampaknya tak suka kepadaku. Ia lalu menarik-narik ibunya dan membisikkan sesuatu ke telinga ibunya. Si nyonya manggut-manggut lalu berbicara lirih kepadaku “Tampaknya anakku tidak terlalu menyukaimu, maaf ya, harap di maklumi karena anakku baru saja kehilangan ayahnya. Jadi, ia tak begitu suka kalau ada lelaki lain yang mendekatiku.”
Aku pun manggut-manggut seraya mengerti apa yang dimaksud si nyonya itu. Aku pun bisa memahami perasaan mereka. “Hmmm….baiklah kalau begitu aku mohon diri sejenak, rasanya ingin aku berjalan-jalan ke gerbong lain. Lagi pula kakiku rasanya mulai kesemutan semenjak tadi duduk di bangku.”, ujarku pamit untuk pergi sejenak.
Sambil berjalan santai aku pun menelusuri gerbong-gerbong kereta sampai di ujung gerbong ke delapan yang terletak paling ujung, aku duduk di sebuah bangku kosong yang terletak di depan bagasi tempat barang-barang. Bangku-bangku di gerbong delapan nampaknya banyak yang kosong. Aku kemudian menatap keluar jendela sambil memandang bulan purnama yang membumbung tinggi di luar sana.
Tak terasa tiga puluh menit berlalu dengan cepatnya. Aku bangkit dari tempat duduk dan berjalan menuju bangku nomor 14, tempat dudukku yang semula, “Mungkin si anak tadi sudah lelap tertidur dan aku pun bisa ngobrol lagi dengan si nyonya tadi.”, pikirku.
Namun, sesampainya di bangkuku, yang ada hanya anak tadi yang masih terjaga. Kemudian aku pun duduk, dan memberanikan diri bertanya kepada anak itu. “Nak, dimana ibumu?”
“Mau apa kamu mencari-cari ibuku! Lagi pula apa urusanmu menanyakan dimana ia berada, toh kamu kan bukan ayahku!”, ucapnya kasar.
Hatiku bergetar mendengar perkataan anak kecil itu, sesaat aku menganggap anak ini kurang ajar, tapi mungkin ada benarnya juga. Walaupun aku suka kepada ibunya tapi kan ia sudah berkeluarga dan sulit bagi sebuah keluarga untuk dengan mudah kehilangan salah satu anggota keluarga yang dicintainya maupun dimasuki oleh orang yang baru mereka kenal. Aku dan anak itu pun terdiam beberapa lama kemudian anak itu tertidur pulas. Aku pun mulai mengantuk karena semenjak tadi hanya diam mengunci mulut. Akhirnya aku pun memejamkan mata dan tertidur pulas.
Beberapa saat kemudian terdengar lagi olehku deru roda-roda kereta yang berirama. Aku pun mulai membuka mataku lagi. Namun, kini di hadapanku duduk seorang pria gagah yang mengenakan sebuah kemeja putih dan bercelana cokelat. Rambutnya tampak klimis dan dia juga tampak lebih arif dengan kacamatanya. Aku mulai bingung, bukankah yang tadi duduk di hadapanku ini seorang nyonya dan anaknya. “Ah mungkin saja aku sedang bermimpi.”, batinku.
Aku pun berkenalan dengan pria itu, namanya Andi. Persis seperti nama anak kecil yang kutemui dalam mimpiku tadi. Dan kami pun mengobrol tentang segala hal. Andi mulai terbawa pembicaraan. Begitu pula denganku. Kami saling berbagi pengalaman, berbagi cerita dan juga berbagi alamat dan nomor telepon.
“Oh ya, Tuan. Maukah engkau kuceritakan sebuah kisah menarik saat aku berumur 10 tahun?”, Tanya Andi. “Oh tentu saja.”, jawabku. “Baiklah, akan kuceritakan.”, Andi pun bercerita tentang pengalamannya ketika ia berusia 10 tahun. Ketika itu ia tersesat di gerbong kereta dan tidur di bagasi barang. Dan saat ditemukan dan di bawa oleh kondektur menemui ibunya, ia mendapati ibunya sedang asyik mengobrol dengan seorang pria yang tak ia kenal dan ia pun akhirnya merasa cemburu karena belum lama ayahnya meninggal. Ia tak ingin punya ayah yang baru karena ia amat mencintai ayahnya. Andi menyuruh ibunya agar berhenti ngobrol dengan lelaki itu dan menyuruhnya pergi. Lalu sesudah lelaki itu pergi, Andi bertengkar dengan ibunya sehingga ibunya kesal dan akhirnya pergi untuk pindah gerbong. Ketika ibunya telah pergi, lelaki yang semenjak tadi mengobrol dengan ibunya datang kembali dan menanyakan tentang keberadaan ibunya. Adi menjawab dengan nada ketus “Mau apa kamu mencari-cari ibuku! Lagi pula apa urusanmu menanyakan di mana ia berada, toh kamu kan bukan ayahku!”
“Aku merasa bersalah dengan perbuatanku terhadap lelaki itu dan ingin rasanya aku memohon maaf atas sikap kasarku dulu kepadanya.”, Andi menutup ceritanya.
“Lalu dimana ibumu saat ini?”, tanyaku.
“Ibuku pindah gerbong dan ternyata ia pindah ke gerbong belakang. Beberapa saat setelah aku tertidur aku merasa aneh dan beranjak dari tempat dudukku. Tiba-tiba terjadi tabrakan antara kereta yang kutumpangi dengan kereta lain. Saat itu aku berada di gerbong tiga dan selamat sedangkan ibuku rupanya tewas karena ia pindah ke gerbong belakang yang hancur akibat tabrakan itu. Aku amat menyesal seandainya saja aku membiarkan ibuku tetap mengobrol dengan pria itu mungkin ibuku tak akan pindah gerbong dan menyusul ayahku ke alam baka.”, Andi menjelaskan panjang lebar untuk kesekian kalinya.
“Oh, aku turut bersedih atas pengalamanmu yang amat menyedihkan.”, ujarku bersimpati. Dalam hati aku berfikir mungkinkah aku melenggang ke masa lalu selama aku tertidur, ataukah mimpi itu hanya kebetulan saja.
“Hmm…boleh aku tanya sesuatu?”, tanyaku.
“Oh ya, silahkan.”, jawab Andi.
“Hmm…aku ingin tahu, saat kau terbangun….sebelum kecelakaan itu..kau tahu dimana pria yang duduk dihadapanmu?”, tanyaku lagi.
“Kurasa ia pergi ke gerbong lain saat aku tertidur, yang jelas aku tidak menemukannya saat aku terbangun.”
Seribu satu tanda tanya mulai memusar di dadaku. Apakah benar pria yang ada di masa lalu itu adalah aku? Sesaat aku masih ingat senyuman nyonya yang tadi duduk di bangku nomor 13 dan mengobrol denganku sambil menunggu anaknya ditemukan hatiku mulai gundah, tak mungkin ini suatu kebetulan…tapi bagaimana bisa?
“Maaf, Tuan. Apa kau suka berjalan-jalan dengan kereta?”, Andi tiba-tiba memotong lamunanku.
“Oh…eh…iya…tentu saja…”, jawabku gugup.
“Selama hidupku aku merasa dihantui perasaan bersalah terhadap pria yang kucaci maki 10 tahun lalu. Setiap aku bepergian naik kereta aku selalu memesan bangku nomor 13 tempat dahulu ibuku duduk sebelum ia pergi untuk selama-lamanya. Dan aku juga selalu menceritakan kisah ini kepada setiap orang yang duduk di bangku nomor 12, 14 dan 15. aku juga selalu berpesan kepada semua orang yang kuceritakan tentang kisah ini untuk menyampaikan permohonan maafku yang sebesar-besarnya untuk pria yang 10 tahun lalu kucaci maki. Ibu dan ayahku di sana pasti tak suka memaafkanku jikalau permohonan maaf ini tak sampai kepada pria itu. Maukah Tuan membantuku?”, pinta Andi.
“Baiklah aku akan membantumu. Dan aku yakin pria itu pasti sudah memaafkanmu, karena dulu umurmu kan masih 10 tahun.”, ujarku menghibur Andi.
“Saat ini pasti pria itu sudah berumur sekitar 40 tahun dan mungkin dia sudah punya istri dan anak.”, ujar Andi.
Kereta pun terus melaju, hingga akhirnya tiba di kota Surabaya. Aku dan Andi pun turun di salah satu stasiun di Kota Pahlawan itu. Dari sana kami berpisah menuju ke tempat tujuan kami masing-masing. Walaupun kami sudah berpisah masih saja aku memikirkan serentetan peristiwa yang kutemui di kereta tadi. Semenjak saat itu aku pun mulai berjanji, aku tak akan banyak ngobrol selama perjalanan dengan kereta. Aku juga nggak bakal lagi-lagi tertidur di bangku kereta. Mungkin aku bisa mengusir kebosanan dalam perjalanan dengan membaca-baca buku sambil minum kopi, atau melihat-lihat pemandangan sepanjang perjalanan.
Tapi “Ops…!”, tak kusadari kedua ikatan tali sepatuku terlepas, aku pun berjongkok untuk menalikannya kembali. Namun saat aku berjongkok, “Pluk…!!”, dua bungkus cokelat jatuh dari sakuku. Aku mulai berfikir dari mana cokelat-cokelat ini, aku merasa tak pernah membeli cokelat sepanjang perjalanan. “Ah….aneh-aneh saja yang terjadi hari ini.”

PERIBAHASA INDONESIA TERPOPULER


A
* Ada asap ada api > Tak dapat dipisahkan, munculnya suatu kejadian / masalah pasti ada penyebabnya.
* Ada air ada ikan > Di manapun seseorang itu berusaha, tentu ada rezeki.
* Ada gula ada semut > Dimana ada kesenangan di situlah banyak orang datang.
* Ada udang di balik batu > Ada suatu maksud yang tersembunyi.
* Ada uang abang sayang, tak ada uang abang melayang > kalau orang yang dicintai/dikasihi dapat rezeki maka orang tersebut akan dikasihi, dibelai, dimanja dan kalau rezeki berkurang dan tidak ada penambahan bahkan tidak ada, maka orang tersebut tidak lagi dihiraukan (tidak disayang, dimanja lagi).
* Adat teluk timbunan kapal, adat gunung tepatan kabut > Meminta hendaknya kepada yang punya, bertanya hendaknya kepada yang pandai.
* Air beriak tanda tak dalam > Orang yang banyak bicara biasanya kurang ilmunya.
* Air besar batu bersibak > Persaudaraan akan bercerai berai apabila terjadi perselisihan.
* Air tenang menghanyutkan > Orang yang pendiam biasanya banyak ilmunya.
* Air cucuran atap, jatuhnya ke pelimbahan juga > Sifat orang tua pasti menurun pada anaknya.
* Air susu dibalas air tuba > Kebaikan dibalas kejahatan.
* Air tenang jangan disangka tiada buayanya > Orang yang diam jangan disangka pengecut.
* Air tenang menghanyutkan > Orang yang pendiam biasanya banyak pengetahuannya.
* Air diminum rasa duri, nasi dimakan rasa sekam > Tidak enak makan dan minum ( biasanya karena terlalu bersedih / duka ).
* Alah bisa karena biasa > Segala kesukaran tak akan terasa lagi bila sudah biasa.
* Anak dipangku dilepaskan, beruk di rimba disusukan > Selalu membereskan urusan orang lain tanpa mempedulikan urusan sendiri.
* Anjing menggonggong, khafilah berlalu > Biarpun banyak rintangan dalam usaha kita, kita tidak boleh putus asa.
* Api dalam sekam > Perbuatan jahat yang tak tampak.
* Asam di darat, garam di laut, bertemu di belanga > Kalau sudah jodoh, walaupun jauh bertempat tinggal pasti bertemu juga.
* Ayam bertelur di padi mati kelaparan > Orang yang selalu kekurangan, meskipun penghasilannya banyak.
B
* Bagai air di atas daun talas > Orang yang tidak punya pendirian yang tetap.
* Bagai api dengan asap > Persahabatan yang abadi.
* Bagai anak ayam kehilangan induk > Bercerai berai karena kehilangan tumpuan.
* Bagai bara dalam sekam > Perbuatan jahat yang tak tampak.
* Bagai bulan kesiangan > Pucat dan lesu.
* Bagai duri dalam daging > Selalu terasa tidak menyenangkan hati.
* Bagai kacang lupa akan kulitnya > Tidak tahu diri, lupa akan asalnya.
* Bagai katak dalam tempurung > Sangat sedikit pengetahuannya, kurang luas pandangannnya.
* Bagai kebakaran jenggot > Bingung tak karuan.
* Bagai kerakap di atas batu, hidup segan mati tak mau > Hidup dalam kesukaran / kesengsaraan.
* Bagai kerbau dicocok hidung> Menurut saja apa yang menjadi keinginan orang.
* Bagai mencincang air. > Mengerjakan perbuatan yang sia-sia.
* Bagai mendapat durian runtuh. > Mendapat keuntungan yang tidak disangka-sangka tanpa harus bersusah payah mendapatkannya.
* Bagai menegakkan benang basah. > Melakukan pekerjaan yang mustahil dapat dilaksanakan.
* Bagai mentimun dengan durian. > Orang yang lemah / miskin melawan orang kaya / kuat.
* Bagai musang berbulu ayam. > Orang jahat bertingkah laku sebagai orang baik.
* Bagai musuh dalam selimut. > Musuh dalam kalangan / golongan sendiri.
* Bagai pagar makan tanaman. > Orang yang merusak barang / sesuatu yang diamanatkan kepadanya.
* Bagai pinang dibelah dua. > Dua orang yang serupa benar.
* Bagai pungguk merindukan bulan. > Seseorang yang merindukan kekasihnya, tetapi cintanya tak terbalaskan.
* Bagai telur di ujung tanduk. > Sesuatu keadaan yang sangat sulit.
* Bagaikan air dengan minyak. > Tak dapat bersatu.
* Bagai air di daun talas. > Selalu berubah-ubah atau tidak tetap pendiriannya.
* Bagai anak ayam kehilangan induk. > Bercerai berai karena kehilangan tumpuan.
* Bagai kebakaran janggut. > Bingung tidak keruan.
* Bagai makan buah simalakama, dimakan bapak mati, tidak dimakan ibu mati > Melakukn dua pekerjaan yang sama-sama berbahaya.
* Belum bertaji hendak berkokok. > Belum berilmu/kaya/berkuasa sudah hendak menyombongkan diri.
* Belum beranak sudah ditimang. > Belum berhasil, tetapi sudah bersenang-senang lebih dulu.
* Berani karena benar, takut karena salah > Orang yang bersalah senantiasa dalam ketakutan.
* Berat sama dipikul, ringan sama dijinjing. > Bersama-sama dalam suka dan duka, baik buruk sama-sama ditanggung.
* Biarkan anjing menggonggong, kafilah tetap berlalu. > Biarpun banyak rintangan dalam usaha kita, kita tidak boleh putus asa.
* Bergantung pada akar lapuk. > Mengharapkan bantuan dari orang yang tidak mungkin memberikan bantuan.
* Berguru ke padang datar, dapat rusa belang kaki. Berguru kepalang ajar, bagai bunga kembang tak jadi. > Belajar harus sungguh-sungguh, jangan terputus di tengah jalan.
* Berguru kepalang ajar, bagai bunga kembang tak jadi > Orang belajar haruslah bersungguh-sungguh tidak boleh setengah-setengah.
* Bermain air basah,bermain api hangus. > Setiap pekerjaan atau usaha ada susahnya.
* Bertepuk sebelah tangan > Kebaikan yang hanya dari satu pihak.
* Besar pasak daripada tiang. > Besar pengeluaran daripada pendapatan.
* Biduk lalu kiambang bertaut. > Lekas berbaik atau berkumpul kembali. ( Seperti perselisihan antara sanak keluarga yang kembali rukun ).
* Buah yang jatuh tidak jauh dari pohonnya > Sifat seorang anak tidak tidak jauh beda dari orang tuanya.
* Bumi tidak selebar daun kelor. > Dunia tidak sempit.
* Buruk rupa cermin dibelah > Menyalahkan orang lain meskipun dia sendiri yang bersalah.
C
* Cupak sepanjang betung, adat sepanjang jalan > Hendaklah kita melakukan sesuatu menurut adat dan kebiasaan yang berlaku.
* Cepat kaki , ringan tangan > Cekatan dan lekas mengerjakan sesuatu. ( Suka menolong sesama umat )
D
* Dalam laut dapat diduga, dalam hati siapa tahu > Pikiran orang tidak dapat diketahui.
* Daripada hidup bercermin bangkai, lebih baik mati berkalang tanah > Daripada hidup menanggung malu lebih baik mati.
* Daripada hidup berputih mata, lebih baik mati berputih tulang. > Lebih baik mati daripada menanggung malu.
* Daripada hujan emas di negeri orang, lebih baik hujan batu di negeri sendiri. > Sebaik-baik negeri orang tidak sebaik di negeri sendiri.
* Datang tampak muka, pulang tampak punggung. > Datang dan pergi hendaklah memberi tahu.
* Diam seribu bahasa > Diam sama sekali.
* Di luar bagai madu, di dalam bagai empedu > Mulutnya manis tetapi hatinya jahat.
* Dimana bumi berpijak, disitu langit dijunjung > Dimana kita tinggal, hendaklah menurut adat istiadat di negeri itu.
* Duduk sama rendah, berdiri sama tinggi > Sejajar kedudukannya ( martabat atau tingkatannya )
E
* Esa hilang dua terbilang > Berusaha harus dengan keras hati sampai maksud tercapai.
G
* Gajah dipandang karena gadingnya, harimau dipandang karena belangnya > Manusia dipandang dengan segala yang ada pada dirinya.
* Gajah di pelupuk mata tak tampak, semut di seberang lautan tampak / Gajah di pelupuk mata tidak terlihat, semut di seberang lautan terlihat. > Kesalahan / aib sendiri yang besar tidak tampak, kesalahan / aib orang lain meskipun sedikit tampak jelas.
* Gajah mati karena gadingnya. > Orang yang mendapat kecelakaan atau binasa karena keunggulannya / tabiatnya.
* Gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang, manusia mati meninggalkan nama. > Orang terkenal jika ia mati dalam beberapa lama masih disebut-sebut orang namanya.
* Gajah berjuang sama gajah, pelanduk mati di tengah-tengah > Jika terjadi pertengkaran antar orang besar, maka rakyat yang akan menderita.
* Gali lubang, tutup lubang. > Berhutang untuk membayar hutang yang lain.
* Gayung bersambut, kata berjawab. > Menangkis serangan orang, menjawab perkataan orang.
* Guru makan berdiri, murid kencing berlari > Dalam segala hal murid akan selalu mencontoh gurunya, jika guru berbuat yang tidak patut maka murid akan berbuat yang jauh lebih buruk.
H
* Habis manis sepah dibuang > Setelah tidak berguna lagi lalu dibuang tanpa dipedulikan lagi.
* Hancur badan dikandung tanah, budi baik terkenang jua. > Budi bahasa / perbuatan yang baik tidak akan dilupakan orang.
* Hangat-hangat tahi ayam. > Kemauan yang tidak tetap.
* Harapkan guntur di langit, air di tempayan dicurahkan. > Mengharapkan sesuatu yang belum tentu, barang yang sudah ada dilepaskan.
* Harimau mati meninggalkan belang, gajah mati meninggalkan gading, orang mati meninggalkan nama > Orang baik akan selalu meninggalkan nama baik, sedamngkan orang jahat akan meninggalkan nama buruk.
* Hasrat hati memeluk gunung, apa daya tangan tak sampai. > Keinginan atau cita-cita yang mustahil dapat dicapai.
* Hanya sampai dibibir saja > Apa yang dikatakan tidak keluar dari isi hatinya
* Hemat pangkal kaya, rajin pangkal pandai > Kalau kita ingin kaya hendaklah menabung (berhemat), kalau kita ingin pandai hendaklah rajin belajar.
* Hidup dikandung adat, mati dikandung tanah. >Selama hidup orang harus taat kepada adat kebiasaan dalam masyarakat.
* Hujan emas di negeri orang, hujan batu di negeri sendiri > Sebaik-baik negeri orang tidak sebaik negeri sendiri.
I
* Ilmu padi makin berisi makin merunduk > Makin banyak pengetahuan makin merendahkan diri.
J
* Jauh di mata dekat di hati > Sekalipun berjauhan, tapi harus selalu ingat – mengingat.
* Jauh panggang dari api > Banyak bedanya, tidak kena, tidak benar.
* Jinak-jinak merpati hendak ditangkap ia pun terbang > Seorang perempuan yang pura-pura mau tetapi sebenarnya tidak mau.
K
* Kalah jadi abu menang jadi arang. > pertengkaran / permusuhan akan merugikan kedua belah pihak ( sama-sama merugi ).
* Kalau pandai meniti buih, selamat badan sampai ke seberang. > Jika dapat mengatasi kesukaran tentu maksud dapat dicapai.
* Karena nila setitik, rusak susu sebelanga. > Karena kejahatan atau kesalahan yang kecil, hilang kebaikan yang telah diperbuat.
* Karena tak kenal, maka tak sayang > Kita harus mengenal terlebih dahulu baru bisa mengetahui baik buruknya.
* Katak hendak jadi lembu. > Orang hina / miskin / rendah hendak menyamai orang besar / kaya; congkak; sombong.
* Ke bukit sama mendaki, ke lurah sama menuruni > Sama-sama senang, sama-sama susah.
* Kecil-kecil cabai rawit. > Kecil, tetapi cerdik / pemberani / membahayakan.
* Kepala sama berbulu, pendapat berlain-lainan. > Setiap orang berbeda pendapatnya.
* Kuman di seberang lautan tampak, gajah di pelupuk mata tidak tampak > Kesalahan orang sedikit saja tampak tetapi kesalah sendiri tidak disadari.
* Kunyah dahulu, baru telan > Pikirkan dahulu sebaik-baiknya, baru dikerjakan.
L
* Lain di mulut lain di hati. > Yang dikatakan / diucapkan berbeda dengan isi hatinya.
* Lain ladang lain belalang, lain lubuk lain ikannya. > Tiap-tiap negeri atau bangsa berlainan adat kebiasaannya.
* Layang-layang putus talinya > Seseorang yang putus harapan sudah tidak berdaya lagi hanya berserah kepada nasib.
* Lempar batu sembunyi tangan. > Melakukan sesuatu, kemudian berdiam diri seolah-olah tidak tahu menahu.
* Lepas dari mulut harimau jatuh ke mulut buaya. > Lepas dari bahaya yang besar, jatuh ke dalam bahaya yang lebih besar lagi.
* Lidah tak bertulang > Orang mudah mencela orang lain, dengan tidak berpikir terlebih dahulu.
* Lubuk akal tepian ilmu. >Orang cerdik pandai, umumnya tempat untuk bertanya.
M
* Malu bertanya sesat di jalan > Orang yang malu bertanya kepada orang yang lebih pandai akan merugi.
* Masuk dari kuping kiri, keluar lewat kuping kanan > Tidak mendengarkan nasehat
* Masuk kandang kambing mengembik, masuk kandang kerbau menguak > Menyesuaikan diri dengan tempat dan keadaan.
* Mati ikan karena umpan, mati saya karena budi > Kita bisa celaka karena tingkah laku yang kurang baik.
* Memancing di air keruh > Mencari keuntungan dalam perselisihan orang.
* Menegakkan benang basah > Melakukan pekerjaan yang mustahil dilakukan.
* Menggantang asap. > Melakukan perbuatan yang sia-sia.
* Menjilat air ludah > Orang yang tidak mempunyai malu.
* Menyingsingkan lengan baju > Bekerja keras.
* Menohok teman seiring dalam lipatan. > Mencelakakan teman sendiri.
* Musang berbulu ayam. > Orang jahat bersikap seperti orang baik.
* Musuh dalam selimut. > Musuh dalam kalangan / lingkungan sendiri.
N
* Nasi sama ditanak, kerak sama dimakan > Sama-sama bekerja dan memungut hasil.
* Nasi sudah menjadi bubur. > Sudah terlajur, tidak dapat diperbaiki atau diubah lagi.
* Nila setitik rusak susu sebelanga > Karena kesalahan yang kecil hilang kebaikan yang telah diperbuat.
O
* Orang haus diberi air > Memberi pertolongan kepada seseorang yang sungguh mengharapkan bantuan.
* Ombak yang kecil jangan diabaikan > Perkara yang kecil yang mungkin mendatangkan bahaya jangan diabaikan.
P
* Pagar makan tanaman > Orang yang dipercaya menjaga sesuatu, tetapi ia sendiri yang merusaknya.
* Patah tumbuh hilang berganti > Suatu jabatan , apabila yang menjabat berhenti, diganti dengan yang baru.
* Pucuk dicinta ulam pun tiba > Yang diperoleh sesuai dengan yang diharapkan.
R
* Rambut sama hitam, hati masing – masing > Setiap orang mempunyai kesenangan sendiri-sendiri.
S
* Seperti kuda lepas pingitan > Orang yang sangat gembira karena lepas dari kungkungan.
* Seperti durian dengan mentimun. > Orang lemah / miskin / bodoh melawan orang kuat / kaya / pandai.
* Senjata makan tuan > Binasa karena tipu daya diri sendiri.
* Sambil menyelam minum air > Mendapatkan suatu keuntungan , masih dapat mencari keuntungan yang lain.
* Selama hayat dikandung badan > Selama kita masih hidup.
* Si cebol hendak mencapai bulan > Menghendaki sesuatu yang mustahil tercapai.
* Sekali rengkuh dayung, dua tiga pulau terlampaui > Sekali melakukan pekerjaan beberapa maksud tercapai.
* Seperti kerbau dicocok hidung > Selalu menurut saja karena kebodohannya.
Seperti katak dalam tempurung > Sangat picik pengetahuan/makin kurang luas pandangannya.
* Sehari selembar benang, lama-lama menjadi sehelai kain. > Pekerjaan sulit yang dikerjakan dengan penuh kesabaran, lama-lama akan berhasil juga.
* Seorang makan cempedak, semua kena getahnya. > seorang berbuat salah, semua dianggap salah juga.
*. Seperti cacing kepanasan. > Tidak tenang, selalu gelisah.
* Sesal dahulu pendapatan, sesal kemudian tidak berguna. > Pikir dahulu masak-masak sebelum berbuat sesuatu ( pikirkan untung dan ruginya ).
* Setali tiga uang. > Sama saja, tidak ada bedanya.
* Serigala berbulu domba. > Orang yang kelihatannya bodoh dan penurut tetapi sebenarnya kejam, jahat, dan curang.
T
* Tahu asam garamnya. > Tahu seluk beluknya / berpengalaman.
* Tidak pasah kena pisau, tak sakit kena alu > Orang yang sangat tabah menghadapi cobaan.
* Tak ada laut yang tak berombak > Tiap-tiap pekerjaan ada resikonya.
* Tak ada gading yang tak retak > Tidak ada sesuatu yang tiada cacatnya.
* Takkan lari gunung dikejar, hilang kabut tampaklah ia > Jangan tergesa-gesa mengerjakan sesuatu yang telah pasti.
* Tiada rotan akarpun jadi. > Kalau tidak ada yang baik, yang kurang baik pun boleh juga.
* Tong kosong nyaring bunyinya. > Orang yang bodoh biasanya banyaknya cakapnya/ pembicaraannya.
U
* Udang tak tahu di bungkuknya, orang tak tahu di buruknya > Orang buruk yang menyangka dirinya bagus.
* Umur setahun jagung. > Belum berpengalaman.
* Utang emas dapat dibayar, utang budi dibawa mati > Kebaikan orang akan diingan selama-lamanya

peribahasa

 Peribahasa Indonesia sudah sering digunakan oleh masyarakat. Keanekaragaman adat-istiadat, budaya, dan bahasa di negara Indonesia berpengaruh pada perbendaharaan kalimat, yaitu Peribahasa Indonesia. Berikut ini saya akan memberikan kumpulan Peribahasa Indonesia beserta arti atau maknanya.

1. Besar pasak daripada tiang. Artinya lebih besar pengeluaran daripada pendapatan. bisa dibilang orang yang tidak bisa mengatur keuangan.

2. Ada uang abang di sayang, tak ada uang abang ditendang. Artinya hanya mau bersama disaat senang saja tetapi tidak mau tahu disaat sedang susah.

3. Air beriak tanda tak dalam. Artinya orang yang banyak bicara biasanya tidak banyak ilmunya.

4. Harimau mati meninggalkan belang, gajah mati meninggalkan gading, manusia mati meninggalkan nama.Artinya setiap orang yang sudah meninggal pasti akan dikenang sesuai dengan perbuatannya di dunia.

5. Bagai pungguk merindukan bulan. Artinya seseorang yang membayangkan atau menghayalkan sesuatu yang tidak mungkin.

6. Bagai Makan Buah Simalakama. Artinya bagai seseorang yang dihadapkan pada dua pilihan yang sangat sulit untuk dipilih.

7. Ada uang abang disayang, tak ada uang abang melayang. Artinya hanya mau bersama saat sedang senang saja, tak mau tahu di saat sedang susah.

8. Menang jadi arang, kalah jadi abu. Artinya kalah ataupun menang sama-sama menderita.

9. Bagaikan abu di atas tanggul.Artinya orang yang sedang berada pada kedudukan yang sulit dan mudah jatuh.

10. Ada Padang ada belalang, ada air ada pula ikan.Artinya Di mana pun berada pasti akan tersedia rezeki buat kita.

11. Adat pasang turun naik. Artinya kehidupan di dunia ini tak ada yang abadi, semua senantiasa silih berganti.

12. Membagi sama adil, memotong sama panjang. Artinya jika membagi maupun memutuskan sesuatu hendaknya harus adil dan tidak berat sebelah.

13. Air beriak tanda tak dalam. Artinya orang yang banyak bicara biasanya tak banyak ilmunya.

14. Air tenang menghanyutkan. Artinya orang yang kelihatannya pendiam, namun ternyata banyak menyimpan ilmu pengetahuan dalam pikirannya.

15. Air cucuran atap jatuhnya ke pelimbahan juga. Artinya Sifat-sifat anak biasanya menurun dari sifat orangtuanya.

16. Berguru kepalang ajar, bagai bunga kembang tak jadi. Artinya Menuntut ilmu hendaknya sepenuh hati dan tidak tanggung-tanggung agar mencapai hasil yang baik.

17. Sepandai-pandai tupai melompat, sekali waktu jatuh juga. Artinya Sepandai-pandainya manusia, suatu saat pasti pernah melakukan kesalahan juga.

18. Tong kosong nyaring bunyinya. Artinya Orang sombong dan banyak bicara biasanya tidak berilmu.

19. Tong penuh tidak berguncang, tong setengah yang berguncang. Artinya Orang yang berilmu tidak akan banyak bicara, tetapi orang bodoh biasanya banyak bicara seolah-olah tahu banyak hal.

20. Tua-tua keladi, makin tua makin menjadi. Artinya Orang tua yang bersikap seperti anak muda, terutama dalam masalah percintaan.

21. Karena nila setitik, rusak susu sebelanga. Artinya Karena kesalahan kecil, menghilangkan semua kebaikan yang telah diperbuat.

22. Bagaikan burung di dalam sangkar. Artinya Seseorang yang merasa hidupnya dikekang.

24. Terbuat dari emas sekalipun, sangkar tetap sangkar juga. Artinya Meskipun hidup dalam kemewahan tetapi terkekang, hati tetap merasa tersiksa juga.

25. Sakit sama mengaduh, luka sama mengeluh. Artinya Seiya sekata dalam semua keadaan.

26. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Artinya Segala sesuatu dalam kehidupan bukan manusia yang menentukan.

27. Barangsiapa menggali lubang, ia juga terperosok ke dalamnya. Artinya Bermaksud mencelakakan orang lain, tetapi dirinya juga ikut terkena celaka.

28. Jauh di mata dekat di hati. Artinya Dua orang yang tetap merasa dekat meski tinggal berjauhan.

29. Seberat-berat mata memandang, berat juga bahu memikul. Artinya Seberat apapun penderitaan orang yang melihat, masih lebih menderita orang yang mengalaminya.

30. Badan boleh dimiliki, hati jangan. Artinya Ungkapan bahwa orang tersebut sudah memiliki kekasih, hatinya sudah ada yang memiliki. Secara fisik mau menuruti segala macam perintah yang menindas, namun di dalam hati tetap menentang.

31. Lain di bibir lain di hati. Artinya Perkataan yang tidak sesuai dengan kata hatinya, tidak jujur.

32. Seperti lebah, mulut bawa madu, pantat bawa sengat. Artinya Berwajah rupawan namun perilakunya jahat.

33. Ada harga ada rupa. Artinya Harga suatu barang tentu disesuaikan dengan keadaan barang tersebut.

34. Membelah dada melihat hati. Artinya Ungkapan untuk menyatakan kesungguhan.

35. Sedap jangan ditelan, pahit jangan segera dimuntahkan. Artinya Berpikir baik-baik sebelum bertindak agar tidak kecewa.

36. Karena mata buta, karena hati mati. Artinya Menjadi celaka karena terlalu menuruti hawa nafsunya.

37. Pandai berminyak air. Artinya Pandai menyusun kata-kata untuk mencapai maksudnya.

38. Putih kapas dapat dibuat, putih hati berkeadaan. Artinya Kebaikan hati yang bisa dilihat dari tingkah lakunya.

39. Dibujuk ia menangis, ditendang ia tertawa. Artinya Mau bekerja dengan baik jika sudah mendapat teguran.

40. Jika ditampar sekali kena denda emas, dua kali setampar emas pula, lebih baik ditampar betul-betul. Artinya Setiap perbuatan jahat itu sama saja akibatnya, meski besar ataupun kecil.

41. Lubuk akal tepian ilmu. Artinya Seseorang yang dikenal memiliki banyak ilmu pengetahuan.

42. Nasi tak dingin, pinggan tak retak. Artinya Orang selalu mengerjakan sesuatu dengan hati-hati.

43. Tolak tangan berayun kaki, peluk tubuh mengajar diri. Artinya Belajar untuk mengendalikan diri dan meninggalkan kebiasaan bersenang-senang.

44. Seludang menolak mayang. Artinya Sebutan untuk orang sombong dan melupakan orang lain yang telah berjasa dalam hidupnya.

45. Kalau dipanggil dia menyahut, kalau dilihat dia bersua. Artinya Bisa menyampaikan maksud dengan cara yang tepat.

46. Pangsa menunjukkan bangsa, umpama durian. Artinya Kita bisa melihat perangai seseorang melalui tutur katanya.

47. Ditindih yang berat, dililit yang panjang. Artinya Kemalangan yang datang tanpa bisa dihindari.

48. Tertangguk pada ikan sama menguntungkan, tertanggung pada rangsang sama mengiraikan. Artinya Suka dan duka dijalani bersama. Keuntungan yang didapatkan dinikmati bersama-sama, kesusahan yang dialami diatasi bersama-sama juga.

49. Tambah air tambah sagu. Artinya Tambah banyak permintaannya, bertambah pula biayanya. Bila bertambah anak, akan bertambah pula rezekinya.

50. Sekali air pasang, sekali tepian beranjak; Sekali air di dalam, sekali pasir berubah. Setiap terjadi perubahan pimpinannya, berubah pula aturannya.

51. Bagaikan api makan ilalang kering, tiada dapat dipadamkan lagi. Artinya Orang yang tidak mampu menolak bahaya yang menimpanya.

52. Hancur badan di kandung tanah, budi baik dikenang jua. Artinya Budi pekerti, amal kebaikan, akan selalu dikenang meski seseorang sudah meninggal dunia.

53. Alang berjawab, tepuk berbatas. Artinya Perbuatan baik dibalas dengan perbuatan baik, perbuatan jahat dibalas dengan perbuatan kejahatan pula.

54. Cuaca di langit pertanda akan panas, gabak di hulu tanda akan hujan. Artinya Sesuatu pasti akan ada identitas atau tanda khususnya.

55. Orang mau seribu daya, bukan seribu dali. Artinya Jika menghendaki sesuatu, pasti akan mendapatkan jalan, jika tidak menghendaki, pasti mencari alasan.

56. Enak makan dikunyah, enak kata diperkatakan. Artinya Sesuatu hal haruslah dimusyawarahkan terlebih dahulu.

57. Hawa pantang kerendahan, nafsu pantang kekurangan. Artinya Hawa nafsu tidak boleh diremehkan harus dijaga sebaik-baiknya

58. Sekali jalan terkena, dua kali jalan tahu, tiga kali jalan jera. Artinya Bagaimanapun bodohnya seseorang, jika sekali tertipu, tak akan mau tertipu lagi untuk kedua kalinya.

59. Jangan disesar gunung berlari, hilang kabut tampaklah dia. Artinya Hal yang sudah pasti, kerjakanlah dengan sabar tidak perlu tergesa-gesa.

60. Sehari selembar benar, setahun selembar kain. Artinya Suatu pekerjaan yang dilakukan dengan keyakinan dan kesabaran akan membuahkan hasil yang baik.

61. Di mana kayu bengkok, di sana musang mengintai. Artinya Orang yang sedang lengah mudah dimanfaatkan oleh musuhnya.

62. Terlalu aru berpelanting, kurang aru berpelanting. Artinya Segala sesuatu yang berlebihan atau kurang akan berakibat kurang baik.

63. Menghela lembu dengan tali, menghela manusia dengan kata. Artinya Segala pekerjaan harus dilakukan menurut tata cara aturannya masing-masing.

64. Lemak manis jangan ditelan, pahit jangan dimuntahkan. Artinya perundingan yang baik jangan disia-siakan, tetapi hendaknya dipikirkan secara dalam-dalam.

65. Menanti-nanti bagaikan bersuamikan raja. Artinya Menantikan bantuan dari orang yang tidak dapat memberikan bantuan.

66. Luka sudah hilang parut tinggal juga. Artinya Setiap perselisihan selalu meninggalkan bekas dalam hati orang yang berselisih, walaupun perselisihan itu sudah berakhir.

67. Makan hati berulam rasa. Artinya Menderita karena perbuatan orang yang kita sayang.

68. Untung bagaikan roda pedati, sekali ke bawah sekali ke atas. artinya Keberuntungan atau nasib manusia tiada tetap, kadang di bawah dan kadang di atas.

69. Kalau tiada senapang, baik berjalan lapang. Artinya. Jika tidak bersenjata atau tidak bertenaga, sebaiknya mengalah.