Gadis Modern
karya Adlin Affandi merupakan salah satu drama dari antologi drama
Indonesia 1931-1945 jilid 2. Naskah drama ini sangat menarik untuk
dikaji karena mengandung nilai-nilai percintaan yang memandang kasta.
Drama ini secara langsung maupun tidak langsung menggambarkan pola pikir
gadis modern atau gadis kota yang materialistik. Jadi Adlin Affandi
ketika membuat drama ini sudah berpikir kedepan atau sedikit lebih maju
mengenai kriteria gadis modern pada era yang akan datang. Padahal
naskah drama ini pertama kali diterbitkan pada tahun 1941 yang pada era
tersebut mungkin para gadis masih mempunyai sikap penurut, jujur,
tawadhu’, dan tidak memperioritaskan uang.
Disamping
itu drama ini juga mengandung nilai-nilai kegigihan dari seorang lelaki
dalam memepertahankan cintanya yang tulus dan sangat memegang komitmen.
Hal yang menarik lainnya dari drama “Gadis Modern” adalah adanya sistem
kasta yang sangat mendominasi jalannya cerita. Perbedaan antara juragan
dan buruh terlihat sangat kontras dan dianggap sangat vital sehingga
mempengaruhi cara sikap, pola pikir, karakter, perilaku dalam kehidupan
para tokoh sehari-hari.
Pada
umumnya teks drama pasti terdapat unsur-unsur yang tidak bisa
dipisahkan dalam drama, yaitu tekstur dan struktur drama. Latar atau setting
merupakan salah satu dari struktur drama. Latar drama pada dasarnya
harus terdiri dari aspek waktu, aspek tempat, dan aspek suasana. Panuti
Sudjiman mengatakan bahawa latar adalah segala keterangan, petunjuk,
pengacuan yang berkaitan dengan waktu, ruang dan suasana (1992: 46).
Sumardjo dan Saini K.M. (1997: 76) mendefinisikan latar bukan bukan
hanya menunjuk tempat, atau waktu tertentu, tetapi juga hal-hal yang
hakiki dari suatu wilayah, sampai pada pemikiran rakyatnya, kegiatannya
dan lain sebagainya. Namun dalam drama “Gadis Modern” ini aspek tempat
hanya berdomisili pada ruang domestik atau ruang pribadi, sedangkan
aspek waktu sudah teridentifikasi, meskipun tidak detil dan aspek
suasana dapat ditangkap melalui dialog-dialog antar tokoh.
Adlin
Affandi merupakan penulis naskah yang cerdik karena mampu menyajikan
kisah cerita yang tanpa disadari mempunyai makna dalam dan serius dengan
bahasa yang ringan dan sederhana. Drama “Gadis Modern” lebih tepat
diklasifikasikan dalam drama komedi ringan, mengingat kisah drama
tersebut mengenai “pertukaran posisi antara majikan dan buruhnya dalam
sebuah percintaan”. Jadi penulis naskah menampilkan tema yang sedikit
berbeda dengan tema-tema umum pada waktu itu.
Sesuai judul artikel ini yaitu “Penyajian Setting & Dominasi Aspek Ruang Domestik Dalam Cinta Berkasta “Gadis Modern””,
maka penulis mengungkapkan definisi dari masing-masing kata berdasarkan
Kamus Besar Bahasa Indonesia. Kata “penyajian” adalah cara menampilkan
atau menyuguhkan sesuatu. Kata “dominasi” memiliki arti penguasaan oleh
pihak yang lebih kuat terhadap yang lebih lemah. Kata “domestik”
bermakna mengenai (bersifat) rumah tangga. Kata “kasta” yaitu golongan
(tingkat atau derajat) manusia dalam bermasyarakat. Sedangkan kata
“modern” bermakna sikap, cara berpikir dan cara bertindak sesuai dengan
tuntutan zaman (terbaru).
Dari permasalahan di atas, penulis mengkaji struktur drama dengan menitikberatkan kajian pada setting
atau latar dengan cara menggali lebih jauh mengenai penyajian aspek
tempat, aspek waktu, dan aspek suasana oleh penulis naskah yang tegambar
dalam drama “Gadis Modern” karya Adlin Affandi serta menarik makna dari
aspek ruang domestik yang mendominasi latar tempat cerita tersebut.
**
Drama
karya Adlin Affandi ini terdiri dari tiga babak. Babak pertama
menceritakan tentang keadaan di dalam kantor pribadi Tuan Salim, si
penanam getah. Di dalam kantor tersebut terdapat Tuan Salim dan Rustam
anaknya yang sedang berbicara mengenai perkebunan getahnya, termasuk
kuli-kulinya. Kemudian Tuan Salim mulai menyangkut-nyangkut tentang
Engku Sastra, Ruslan anak tertua Tuan Salim akan disuruh ayahnya untuk
mengantarkan kupon ke Medan, ke rumah Engku Sastra. Rupanya Tuan Salim
mempunyai maksud lain di balik pengantaran kupon itu. Ruslan ingin
dijodohkan ayahnya dengan Marriana, anak teman Tuan Salim, Engku Sastra.
Kemudian Ruslan masuk di ruangan itu melihat adiknya, Rustam termenung,
si Rustam pun menceritakan perintah ayahnya yang mengutus keduanya ke
Medan untuk bertemu dengan Marriana. Tuan Salim tak lama kemudian masuk
dan menyuruh Rustam keluar. Tuan Salim pun sedikit berdebat dengan
Ruslan mengenai pengantaran kupon tersebut, namun ia tidak mau kalah.
Ruslan mengatakan bahwa ia sebenarnya sudah bertunangan dengan Ijah,
anak mandornya. Sang ayah marah besar, karena ia tak sudih melihat
Ruslan dengan si Ijah yang hanya anak mandor, bawahannya sendiri. Ruslan
dan Rustam tidak kehilangan akal, mereka berencana mengutus
kuli-kulinya ke rumah Engku Sastra, yaitu Basiran dan Ardi untuk
melakukan penyamaran sebagai diri mereka. Kuli-kuli tersebut dipaksa
mereka, dan akhirnya setuju. Basiran dan Ardi pun diajari tata cara
berperilaku, berkata-kata yang baik dan make-over dengan pakaian yang bagus.
Babak
kedua memperlihatkan kondisi beranda rumah Engku Sastra dengan perkakas
yang begitu modern. Kemudian tampak Marriana, si gadis modern duduk di
kursi, dan masuklah Burhan, lelaki yang mencintai Anna. Burhan
menyinggung soal perjodohan Marriana dengan Ruslan, Burhan nampaknya
cemburu. Anna setuju dijodohkan dengan Ruslan karena hartanya,
kekayaannya, kesenangan dan kemewahannya, bukan atas dasar cinta. Burhan
berusaha meyakinkan Anna bahwa kebahagiaan itu atas dasar cinta, bukan
uang. Tapi Anna rupanya gadis modern yang materialistik, semuanya ia
pandang hanya dari segi uang. Engku Sastra pun pulang ke rumah dan
menceritakan ke Anna bahwasanya Rustam dan Ruslan akan datang hari ini.
Anna sangat antusias menyambutnya. Tak lama kemudian datanglah Basiran
yang menyamar sebagai Rustam, dan Ardi sebagai Ruslan ke rumah itu.
Keduanya disambut hangat oleh Anna dan ayahnya. Ardi merasakan sesuatu
yang berbeda ketika bersalaman dengan Anna, ia terkagum dengan kemolekan
Anna, sang gadis kota. Anna dan Ardi berbicara empat mata mengenai
perjodohan mereka. Ardi tidak keberatan dengan hal itu, apalagi Anna,
Ardi mengutarakan keadaan rumah dan gajinya yang rendah, tapi Anna
berusaha menggombal, ia seakan-akan mau menerimanya asalkan menikah
dengan Ruslan. Anna memang bermuka dua, satu sisi ia sangat materialis,
tapi disisi lain ia berpura-pura memandang sesuatu berdasarkan cinta,
bukan harta. Basiran pun mengajak Ardi lekas-lekas pulang.
Dalam
babak terakhir terlihat suasana kantor Tuan Salim seperti babak
pertama. Rustam menawarkan Ardi kepada ayahnya untuk menjadi asisten
pribadi Ruslan. Tuan Salim pun menyutujuinya karena Ardi adalah kuli
yang bisa baca-tulis. Ardi pun datang di kantor dengan pakaian bagus
atas suruhan Rustam. Lalu datanglah Engku Sastra dengan putrinya. Anna
pun menyapa Ardi yang dianggapnya Ruslan yang kebetulan berada di
kantor. Ruslan tampak kebingungan. Akhirnya mereka disambut Ardi yang
sedikit kuatir. Ardi menyuruh Ruslan dan Rustam yang seolah-olah
keraninya keluar kantor. Kemudian masuklah Tuan Salim ke kantor, dan
penyaraman pun sedikit demi sedikit terkuak. Akhirnya Ruslan yang asli
pun diperkenalkan oleh ayahnya kepada Engku dan Anna sehingga suasana
menjadi membingungkan. Anna mengetahui bahwa yang selama ini yang
diharapkan tak lebih seorang bawahan. Anna pun mengingkari apa yang ia
katakan dulu, ia tidak sudih dengan kuli. Tuan Salim disadarkan oleh
Rustam bahwa selama ini Anna tidak tulus dengan Ruslan, karena hanya
cinta pada hartanya. Ia membatalkan perjodohan dan Engku beserta
putrinya marah dan merasa dipermalukan, akhirnya mereka kembali ke
Medan. Ruslan berterima kasih pada adiknya dan Ardi, serta kembali ke
pelukan Ijah.
Penyajian Setting (Latar) dalam Drama “Gadis Modern” Karya Adlin Affandi
Dalam sebuah karya sastra, setting cerita merupakan salah satu unsur penting yang ada dalam drama. Setting
cerita merupakan tempat kejadian cerita atau latar cerita tidak berdiri
sendiri, berhubungan dengan waktu dan ruang (Waluyo, 2002: 23). Dalam
drama unsur ini sangatlah penting, selain sebagai bentuk penyimbolan
terhadap sesuatu, latar cerita juga berfungsi sebagai penanda waktu
(dapat berupa tanggal, tahun, bulan, pagi, siang, sore, malam), dan
untuk memberikan kesan dramatis terhadap suatu peristiwa yang terjadi
dalam cerita drama tersebut.
Adapun aspek ruang dalam drama “Gadis Modern” tergambar jelas pada narasi awal tiap babak, pada babak pertama :
Panggung
merupakan kantor Tuan Salim. Perabot: di tengah sebuah meja, empat
kursi, dan di tepi sedikit sebuah meja dengan buku-buku dan sebuah
kursi; di dinding tergantung sebuah kalender dan sebuah sangkutan kopi.
Ketika
layar diangkat, Salim masuk dari pintu bertongkat, sambil menyapu
keringatnya. Dia duduk dikursi tengah, mengambil serutu dari kantungnya,
lalu merokok. (Antologi drama jilid 2 hlm 119)
Adapun latar tempat pada babak kedua sebagi berikut :
Panggung
merupakan beranda muka rumah Tuan Sastra. Perkakas diatur secara modern
: di tengah 4 buah kursi yang berbantal, 1 buah meja, di sudut sebelah
kiri dipan, lengkap dengan bantalnya, di sudut sebelah kanan lemari
buku.
Waktu
layar diangkat tampak Marriana, berpakaian secara modern dengan tangan
kanannya dipegangnya sebuah tas tangan. Dia berjalan mondar-mandir
sambil melihat sesekali ke jalan besar. Dia duduk di kursi, tetapi
gelisah dan berdiri kembali. Pergi membuka lemari buku, dipegangnya
sebuah buku, tetapi ditutupnya kembali lemari itu. (Antologi drama jilid 2 hlm 127)
Dan berikut adalah latar tempat pada babak terakhir :
Panggung
dan perabot seperti babak pertama. Waktu layar diangkat tampak Ruslan
menulis dengan tenang. Dia cuma memakai kemeja saja. Tak lama masuk
Rustam dengan gembira. (Antologi drama 2 hlm 136)
Adlin
Affandi menyajikan aspek tempat tersebut dalam ketiga babak hanya
melalui narasi awal, karena semua peristiwa dalam drama hanya
berlangsung dalam kedua ruang domestik tersebut, yaitu kantor Tuan Salim
dan beranda rumah Engku Sastra. Jadi pengarang tidak perlu menjelaskan
latar tempat lagi di tengah atau akhir babak, karena drama ini hanya
berkisar dan terfokus pada satu ruang domestik di tiap-tiap babak.
Penyajian latar tempat hanya pada narasi dimungkinkan agar pembaca bisa
mengetahui secara langsung di awal mengenai tempat cerita tersebut
dilakukan, pembaca juga bisa lebih mudah dalam memahami cerita dengan
adanya penyajian aspek tempat hanya pada narasi awal karena tempat
peristiwa tidak mungkin melebar, serta dimungkinkan agar pembaca atau
penonton selanjutnya bisa terfokus pada struktur dan tekstur drama yang
lain sehingga benar-benar paham akan jalannya cerita dan menangkap
nilai-nilai yang terkandung pada drama.
Dan
pada hakikatnya drama “Gadis Modern” ini ditulis untuk dipentaskan, hal
ini terbukti bahwa pengarang selalu menggunakan kalimat /pada waktu layar diangkat/ yang terdapat pada narasi sehingga mengindikasikan bahwa drama ini setting
utamanya pasti di panggung pertunjukan. Namun dalam layar tersebut
pengarang menyajikan settingan suatu tempat pribadi yang sangat detail
gambaran kondisinya. Jadi pengarang sengaja hanya menfokuskan dua latar
tempat jalannya cerita pada drama tersebut karena satu latar tempat pada
tiap babak sudah mampu mewakili dan membawa jalannya cerita mulai dari
pengantar hingga pada konflik yang timbul dan berakhir pada
penyelesaian.
Latar
waktu adalah waktu yang menjadi latar belakang peristiwa, adegan, dan
babak itu terjadi, (Santosa, 2008). Latar waktu biasanya ditandai oleh
menit, jam, hari, minggu, bulan, tahun, pagi, siang, malam, dan
lain-lain, tetapi kadang pengarang hanya memberi rambu-rambu terjadinya
peristiwa. Aspek waktu dalam latar dibagi menjadi dua.
Pertama, fable time
(waktu cerita) yaitu waktu yang sebenarnya terjadi ketika cerita itu
benar-benar dilakukan. Jadi waktu cerita pasti terjadi sebelum drama
tersebut dibuat, bisa terjadi beberapa bulan atau tahun yang lalu. Waktu
cerita selalu lebih lama dibanding waktu penceritaan. Dalam drama
“Gadis Modern” pada babak pertama terdapat percakapan antara Salim dan
Rustam,
Rustam : (Melihat arloji tangannya, berkata kepada dirinya sendiri) Sudah pukul 10, tempo untuk berhenti sebentar. (Mendekati ayahnya) Alangkah panasnya hari ini yah! Boleh jadi turun hujan malam ini .........
Salim : (melihat Rustam dengan tenang) Kau mau kemana sepagi ini? Kemana kau tadi? (Antologi drama jilid 2 hlm 119)
Selanjutnya terdapat pada percakapan berikut ini :
Salim
: Cuma 4 hektar saja. Besok sudah datang bibit baru dari kantor
Landbow. Sebab itu ayah mau, supaya kebun yang baru itu lekas siap .
kalau kuli-kuli itu bekerja dengan baik, barangkali dalam tempo 2 minggu
lagi, akan dapat kita mulai bertanam. Mengapa si Ruslan belum juga
pulang sampai begini hari? Ke mana dia? Lihatlah (pergi ke meja tulis) buku-bukunya masih terbuka juga.
Rustam : (Berdiri) Dia pergi tadi ke Siboga. Boleh jadi senbentar lagi dia kembali. (melihat ke kalender) Ayah, besok hari minggu, hari vrij. Bolehkah saya pakai motor itu? Saya hendak ke Siboga bersama dengan abang. (Antologi drama jilid 2 hlm 119)
Adapun pada babak kedua terdapat percakapan antar Basiran dan Ardi.
Anna : apa Yah? Si Ruslan akan datang? Pukul berapa datangnya?
Sastra : Ya, mereka akan datang. Si Ruslan dan si Rustam akan datang pagi ini juga .......(Antologi drama jilid 2 hlm 129)
..........
Basiran : kau betul-betul keledai. Semalam sudah diajari si Ruslan dan si Rustam dua jam lamanya. Turut saja apa yang dikatakan mereka. Habis perkara!
Ardi : Hampir-hampir lupa aku yang diajarkan mereka semalam ........(Antologi drama jilid 2 hlm 132)
Pada babak terakhir aspek waktu sedikit bisa terdeteksi melalui percakapan berikut :
Sastra
: betul itu Anna. Patutlah tertarik betul hatiku hendak kemari. Rupanya
Engku Salim di dalam sakit sudah berapa lamakah sakitnya?
Ardi : baru semalam.(antologi drama jilid 2 hlm 141)
Dari
cuplikan percakapan diatas dapat disimpulkan bahwa latar waktu dalam
drama “Gadis Modern” babak pertama adalah pagi hari pada hari sabtu.
Pada babak kedua juga digambarkan pada pagi hari. Adapun pada babak
ketiga tidak dinyatakan secara jelas, namun pembaca dapat menebak bahwa
kejadian tersebut terjadi antara pagi atau siang hari. Pengarang tidak
menuliskan latar waktu secara langsung dan detil seperti pada latar
tempat, akan tetapi pengarang menyajikan latar waktu melalui
dialog-dialog antar tokoh dan memberi kesempatan pembaca untuk
menyimpulkannya. Pengarang tidak memberi indikasi latar waktu secara
detil dimungkinkan karena latar waktu dalam drama ini dianggap tidak
berperan penting dalam keberhasilan jalannya cerita dan agar sutradara
mampu mengeksplorasi lebih lanjut mengenai waktu cerita dalam pementasan
drama “Gadis Modern” sehingga drama ini bisa fleksibel dan tidak
terpaku pada satu pementasan yaitu ketika drama ini diterbitkan, pada
tahun 1941-an tetapi juga dapat dipertujukkan pada tahun-tahun
berikutnya.
Kedua, narrative time
(waktu penceritaan) yaitu waktu yang terjadi ketika cerita itu dibuat
oleh pengarang. Jadi waktu cerita terjadi ketika peristiwa yang
sebenarnya sudah dilakukan. Oleh karena itu bisa jadi cerita yang
terjadi selama bertahun-tahun disampaikan hanya dalam beberapa jam.
Dalam drama tersebut tidak disinggung sama sekali mengenai waktu
penceritaan yang dilakukan oleh pengarang cerita, hanya disebutkan waktu
cerita dan itupun tidak secara langsung dan detil.
Selanjutnya
adalah aspek suasana. Drama “Gadis Modern” memiliki latar suasana yang
cukup jelas disajikan melalui dialog dan teks samping. Suasana yang
muncul dalam drama “Gadis Modern” antara lain adalah heran, marah,
tegang, hormat dan segan, menggebu-gebu, bingung, romantis, dan
penyesalan. Karena drama ini berjenis komedi ringan maka suasana dibuat
ringan antara lucu atau kocak dan serius dan sedemikian rupa memancing
emosi penonton maupun pembaca naskah drama karena di balik humor
tersebut terdapat makna sangat berharga yang ditawarkan oleh pengarang.
Berikut adalah penyajihan aspek suasana melalui teks samping naskah.
Rustam : (Heran)
Haa. Apa? Abang hendak ke Medan? Tentu dia tidak mau ke rumah om
Sastra. Bukankah biasanya kupon itu dikirim saja dengan pos? Ayah
ada-ada saja. (hlm. 120)
..........
Basiran : jangan main-main Tuan, mana mau Tuan membawa kami ke Medan.
Rustam : saya tak mau main-main dan berbohong.
(Basiran dan Ardi tercengang). (hlm. 125)
..........
Salim : (Marah) Hari-hari mengobrol saja. Bukankah kau sudah minum kopi Rustam? ..... (hlm. 137)
.........
Basiran : getah ini sudah cukup bagus untuk dibawa Tuan besar ke pabrik.
Salim : apa katamu? Aku mesti membawa getah ini ke pabrik? Kau sudah berani kurang ajar padaku?
(Basiran takut, mundur dua langkah).
Rustam : bukan Ayah, tetapi dia yang mesti membawanya.
Salim : (Bertambah marah) Aku bukan bicara kepadamu, tetapi kepada si Basiran ....... (hlm. 137)
...........
Sastra : (Heran) Si Basiran... kapankah dia bernama si Basiran? Bukankah itu si Rustam ......
Basiran : (Pura-pura bodoh) Apa? (hlm. 140)
............
Salim : seumur hidup saya belum lagi pernah saya mendapat penyakit yang menular. Penyakit apa katanya?
Satra : (Gugup) Katanya, Engku mendapat penyakit gila. (hlm. 143)
...........
Salim : ya, tapi.. (Marah) Mengapa kamu berdua berani memperolok-olokkan ayahmu, Engku Satra, dan Anna?
Rustam : untuk memperlihatkan apa artinya cinta bagi Anna. Lihat ........
Anna : (Marah) bnar-benar rumah gila disini! Ayoh, ayah mari pergi lekas supaya jangan ketularan.
Sastra
: macam apa ini Engku Salim? Engku benar-benar gila mau dipermainkan
anak Engku. Engku membiarkan kami dipermalukan seperti ini betul-betul
anak gila, bapak gila disini saya lihat.
Salim : Ya.... (Sekonyong-konyong geram menghentakkan tongkatnya) Gila boleh jadi, tapi bukan gila harta. ......... (hlm. 145)
Penyajian
aspek suasana melalui teks samping oleh pengarang mempunyai beberapa
kelebihan yaitu pertama, pembaca dapat mengetahui secara langsung
suasana hati dan perasaan tokoh. Kedua, pihak sutradara atau pemeran
cerita dapat mengetahui secara langsung ekspresi atau nada bicara yang
akan ditampilkan dalam pertunjukkan karena terkadang bahasa tulisan yang
dimaksud pengarang tidak sesuai dengan bahasa lisan yang dituturkan
para pemain sehingga terjadi kesalahan presepsi. Oleh sebab itu
pengarang banyak menggunakan teks samping untuk membantu menghidupkan
suasana.
Selanjutnya penyajihan aspek suasana melalui dialog antar tokoh sebagai berikut :
Rustam
: hmm, dari tadi sudah kuterka, akan kesitu jadinya. Kalau abang nanti
dipertunangkan dengan si Anna, bagaimana dengan si Ijah? Abang sudah
bertunanga dengan Ijah anak mandur kita.
Ruslan : (Berdiri) aku akan dikawinkan dengan si Anna? Tidak! Aku membantah! Aku tidak mau. (hlm. 121)
“Tergambar suasana marah dari tokoh Ruslan”.
..........
Ruslan
: (marah) Aku, aku kau katakan penakut? Segala perbuatan akan
kuperbuat, jika atas nama Ijah yang kucintai itu, walaupun jiwaku akan
melayang.
Rustam
: Bravo! Kalau si Ijah mendengar ini, tentu akan merah padam warna
mukanya. Tentu dia akan bersuka ria dan berlebih-lebihan kasih sayangnya
kepada abang. (hlm. 124)
“Tergambar
suasana romantisme dan kesetiaan dari tokoh Ruslan kepada si Ijah, dan
suasana yang menggebu-gebu mensupport Ruslan dari tokoh Rustam”.
.........
Anna
: ............... Ayah lihat pakaian saya yang begini sudah cukupkah
bagusnya untuk menerima si Ruslan? Perlukah saya bertukar pakaian?
Sastra : bukan pakaian yang ayah katakan, tetapi membersihkan perkakas rumah kita. (memebetulkan kain meja)
Anna
: pakaian saya nanti kotor! Saya tidak mau! Ibu saja Ayah suruh!
(Membetulkan sanggulnya) Ayah, bagaimanakah rupa si Ruslan sekarang?
Cantikkah di? Aksikah dia? (hlm. 129)
“Tergambar suasana gembira, penasaran, dan agak nervous dari tokoh Anna ketika akan bertemu si Ruslan”.
.........
Ardi
: perasaanku sewaktu memasuki rumah ini amat berlainan dari biasanya.
Tidakkah kau lihat tadi bagaimana encik itu melihat aku? Tak pernah aku
berjumpa dengan anak perempuan seperti dia.
Basiran : nah ada susahnya, tentu ada pula senangnya.
Ardi : sewaktu encik itu memegang tanganku, seperti aku tidak ada lagi di dunia ini.
Basiran : bukan kau saja, akupun juga.
Ardi : Tertarik hatiku melihat dia ....... (hlm. 132)
“Tergambar suasana kagum, jatuh cinta, dan kasmaran dari tokoh Ardi kepada Anna”.
...........
Anna
: tak usah di dalam pondok, walaupun beratapkan langit, berlantaikan
bumi, aku takkan merasa keberatan. Aku tidak mengharap tinggal di istana
yang indah, dalam rumah yang besar.
Ardi : dan gajiku Cuma tiga puluh-lima sen sehari. Maklumlah encik.
Anna
: walaupun kau tidak bekerja, tidak berpendapatan satu sen pun, aku
masih tetap setia kepadamu. Aku tidak akan suka hidup berlebih-lebihan
seperti orang lain.
Ardi : apa yang kau katakan ini memang sebenarnya. Kau nanti menyesal. (hlm. 133)
“Tergambar suasana tenang, tentram dan terlarut dalam keromantisan antara tokoh Anna dan Ardi (yang menyamar jadi Ruslan)”
...........
Sastra
: ah, ya, hendaknya kita datang ke sana jangan ditentukan harinya. Kita
datang tiba-tiba saja. Dengan jalan begitu mereka tidak usah bersusah
payah menyediakan ini itu.
Ardi : Haaaaaa.. pening kepalaku rasany. (Memegang kepalanya) Om bermaksud datang tiba-tiba. Apa yang akan kuperbuat? (hlm. 135-136)
“Tergambar suasana terkejut atau shock dari tokoh Ardi)
...........
Salim : saya tidak menyangka Engku Satra dan Marianna akan seperti itu. Macam-macam! Aku dikatakannya gila.
Rustam : saya sudah menolong Abang dari bahaya besar, dari pelukan gadis yang main modern. .....
Ruslan : ....... terima kasih, Rustam. Si Ijah pun berterima kasih juga.
Ardi : harap Tuan jangan lupa kepada saya. (hlm. 145)
“Tergambar suasana penyesalan dari tokoh Salim, suasana gembira dan lega dari tokoh lainnya”
Penyajian
aspek suasana melalui tekstur dialog oleh pengarang disajikan secara
tersirat. Namun pengarang sudah pasti memilah dan memilih dialog-dialog
yang mampu dicerna dan dibayangkan suasananya oleh pembaca, jadi suasana
tersebut secara serta-merta ditimbulkan implisit dalam dialog sehingga
nada dan suasana yang dialami oleh tokoh bisa terbaca meskipun pengarang
tidak memberikan penjelasan atau keterangan suasana secara eksplisit.
Dan penyajian aspek suasana dalam dialog juga mampu mengasah tingkat
sensitivitas pemain drama untuk melakukan improvisasi dalam intonasi,
jeda, nada, dan lain-lain ketika acting. Jadi pengarang naskah
sudah cerdik dalam menulis naskahnya, karena disamping menyuguhkan aspek
suasana melalui teks samping yang otomatis suasana tersebut telah
tergambar jelas dan terpaku pada intuisi pengarang, namun pengarang juga
menyuguhkannya dalam bentuk dialog yang nota bene memberi
kebebasan bagi pemeran atau pembaca dalam membayangkan dan
mengeksplorasi kemampuan pemahamannya yang secara tidak sadari sudah
dikontrol dan dibatasi dengan pemilihan kalimat dan diksi oleh pengarang
naskah.
Pemaknaan Dominasi Aspek Ruang Domestik dalam Drama “Gadis Modern”
Pada analisis latar tempat di atas dan berdasarkan narasi ketiga babak
pada naskah drama “Gadis Modern” karya Adlin Affandi dalam antologi
drama Indonesia jilid 2 (1931-1945) sudah teridentifikasi bahwa
keseluruhan latar tempat dalam drama ini adalah dalam ruang domestik
atau ruang personal. Hal ini terbukti pada narasi awal babak pertama
menunjukkan bahwa latar tempat adalah kantor pribadi Tuan salim, babak
kedua menunjukkan latar tempat terjadi di beranda muka rumah Engku
Sastra, dan pada babak ketiga latar tempat kembali di kantor Tuan Salim.
Hal ini sengaja dibuat sedemikian oleh pengarang agar pembaca dan
penonton terfokus pada satu ruang saja di tiap babak. Disamping itu
pengarang lebih memilih ruang-ruang domestik atau ruang pribadi sebagai
latar tempat yang mendominasi drama ini dimungkinkan agar pembicaraan,
sikap, dan perilaku hanya boleh terjadi dan dilakukan oleh orang-orang
tertentu saja, artinya ruang-ruang tersebut hanya bisa dimasuki oleh
golongan tertentu, tidak sembarang orang bisa memasukinya. Dalam ruang
domestik tersebut, pengarang juga memberi banyak aturan dan batasan
untuk masuk dan berada dalam ruangan itu. Sesuai dengan nuansa drama ini
yang mengenal adanya kasta dan dalam drama ini kasta membawa pengaruh
yang sangat besar dalam berperilaku dan berbicara. Seperti dalam
cuplikan dialog berikut ini :
(Basiran seorang kuli, membawa kaleng tempat getah di tangannya masuk dengan hormatnya, menghadapi mereka)
Basiran : (sambil berjongkok menghadap Rustam) Tuan muda, coba Tuan lihat getah ini, sudah cukup baiknya untuk dibawa ke pabrik? (hlm. 123)
..........
(Ardi dan Basiran masuk dan berjongkok)
Rustam : Tidak! Jangan disitu, duduk di mari, di kursi ini. (menunjuk dua kursi tapi Ardi dan Basiran berjongkok juga).
Rustam : Berdiri dan duduk di kursi ini. Ayoh.
(Ardi dan Basiran berdiri perlahan-lahan dan menghampiri kursi yang ditunjukkan oleh Rustam)
Basiran : Biarkanlah kami berdiri saja. Tidak biasa kami duduk di kursi. (hlm. 124)
Dari
cuplikan dialog dan teks samping diatas sudah jelas bahwa jikalau ingin
memasuki ruang pribadi atau ruang majikan haruslah orang-orang yang
memiliki kasta dan derajat yang sama dengan majikan. Namun jika ada
orang yang berkasta rendah ingin masuk ruangan personal tersebut, maka
dalam memasukinya harus menerapkan aturan-aturan seperti : berjalan
sambil jongkok, duduk di bawah, dan cara bicara dan berperilakunya harus
sopan dan halus. Hal tersebut mengindikasikan bahwa pengarang sengaja
mendominasikan ruang domestik sebagai latar tempat karena membatasi
percakapan dan golongan yang masuk dalam ruang itu dan pengarang masih
menerapkan adanya sistem kasta yang berpengaruh besar di segala aspek
kehidupan tokoh dalam drama tersebut.
***
Berdasarkan
analisis naskah drama “Gadis Modern” karya Adlin Affandi dapat
disimpulkan bahwa drama yang berjenis komedi ringan tersebut mempunyai
keunikan dalam segi aspek ruang, karena keseluruhan latar dalam drama
ini didominasi oleh ruang-ruang domestik yang tergambar pada narasi awal
di tiap-tiap babak. Hal ini dilakukan pengarang karena pengarang
sengaja membatasi melebarnya pembicaraan, perilaku atau sikap, dan
lain-lain serta membatasi orang-orang yang masuk dan berada pada ruang
personal tersebut, sehingga tidak sembarang orang boleh memasukinya dan
tidak sembarang pembahasan serta sikap boleh terjadi atau dibicarakan
dalam ruang tersebut.
Adapun penyajian struktur latar atau setting
oleh pengarang dalam drama “Gadis Modern” terfokus melalui tekstur
drama yaitu, narasi, dialog, dan teks samping. Aspek tempat hanya
digambarkan pada narasi awal naskah drama agar pembaca bisa mengetahui
secara langsung tempat cerita tersebut dilakukan, pembaca juga bisa
lebih mudah dalam memahami cerita dengan adanya penyajian aspek tempat
hanya pada narasi awal karena tempat peristiwa tidak mungkin melebar.
Latar waktu dalam drama ini tergambar dalam dialog antar tokoh, namun
kurang begitu jelas dan detil. Hal ini dimungkinkan karena latar waktu
dalam drama ini dianggap tidak berperan penting dalam keberhasilan
jalannya cerita dan agar sutradara mampu mengeksplorasi lebih lanjut
mengenai waktu cerita dalam pementasan drama “Gadis Modern” sehingga
waktu drama ini bersifat fleksibel. Sedangkan latar suasana disajikan
melalui dialog dan teks samping. Secara general, Penyajian suasana
melalui teks samping agar pembaca dapat mengetahui secara langsung
suasana hati dan perasaan tokoh sehingga terjadi kesalahan presepsi. Dan
penyajihan melalui dialog mampu mengasah tingkat sensitivitas pembaca
dan pemain drama untuk melakukan improvisasi dalam intonasi, jeda, nada,
dan lain-lain.
Drama
bukan hanya sekedar bacaan yang bersifat menghibur, akan tetapi di
dalamnya juga mengandung nilai-nilai positif yang dapat mendidik dan
menambah wawasan pembaca. Oleh karena itu penulis berharap masyarakat
pembaca tidak hanya sekedar membaca ringan tetapi juga mampu menyelami
makna-makna yang terkandung di dalam naskah drama, bahkan akan lebih
baik pula apabila pembaca lebih teliti dan kritis dalam membaca drama,
yaitu mengidentifikasi tekstur dan struktur serta permasalahan yang ada
pada unsur-unsur tersebut, serta mampu menarik makna dan nilai-nilai
dari keunikan struktur drama.