Kamis, 12 Maret 2015

Gadis Modern 

 karya Adlin Affandi merupakan salah satu drama dari antologi drama Indonesia 1931-1945 jilid 2. Naskah drama ini sangat menarik untuk dikaji karena mengandung nilai-nilai percintaan yang memandang kasta. Drama ini secara langsung maupun tidak langsung menggambarkan pola pikir gadis modern atau gadis kota yang materialistik. Jadi Adlin Affandi ketika membuat drama ini sudah berpikir kedepan atau sedikit lebih maju mengenai kriteria gadis modern  pada era yang akan datang. Padahal naskah drama ini pertama kali diterbitkan pada tahun 1941 yang pada era tersebut mungkin para gadis masih mempunyai sikap penurut, jujur, tawadhu’, dan tidak memperioritaskan uang.
Disamping itu drama ini juga mengandung nilai-nilai kegigihan dari seorang lelaki dalam memepertahankan cintanya yang tulus dan sangat memegang komitmen. Hal yang menarik lainnya dari drama “Gadis Modern” adalah adanya sistem kasta yang sangat mendominasi jalannya cerita. Perbedaan antara juragan dan buruh terlihat sangat kontras dan dianggap sangat vital sehingga mempengaruhi cara sikap, pola pikir, karakter, perilaku dalam kehidupan para tokoh sehari-hari.
Pada umumnya teks drama pasti terdapat unsur-unsur yang tidak bisa dipisahkan dalam drama, yaitu tekstur dan struktur drama. Latar atau setting merupakan salah satu dari struktur drama. Latar drama pada dasarnya harus terdiri dari aspek waktu, aspek tempat, dan aspek suasana. Panuti Sudjiman mengatakan bahawa latar adalah segala keterangan, petunjuk, pengacuan yang berkaitan dengan waktu, ruang dan suasana (1992: 46). Sumardjo dan Saini K.M. (1997: 76) mendefinisikan latar bukan bukan hanya menunjuk tempat, atau waktu tertentu, tetapi juga hal-hal yang hakiki dari suatu wilayah, sampai pada pemikiran rakyatnya, kegiatannya dan lain sebagainya. Namun dalam drama “Gadis Modern” ini aspek tempat hanya berdomisili pada ruang domestik atau ruang pribadi, sedangkan aspek waktu sudah teridentifikasi, meskipun tidak detil dan aspek suasana dapat ditangkap melalui dialog-dialog antar tokoh.
Adlin Affandi merupakan penulis naskah yang cerdik karena mampu menyajikan kisah cerita yang tanpa disadari mempunyai makna dalam dan serius dengan bahasa yang ringan dan sederhana. Drama “Gadis Modern” lebih tepat diklasifikasikan dalam drama komedi ringan, mengingat kisah drama tersebut mengenai “pertukaran posisi antara majikan dan buruhnya dalam sebuah percintaan”. Jadi penulis naskah menampilkan tema yang sedikit berbeda dengan tema-tema umum pada waktu itu.
Sesuai judul artikel ini yaitu “Penyajian Setting & Dominasi Aspek Ruang Domestik Dalam Cinta Berkasta “Gadis Modern”, maka penulis mengungkapkan definisi dari masing-masing kata berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia. Kata “penyajian” adalah cara menampilkan atau menyuguhkan sesuatu. Kata “dominasi” memiliki arti penguasaan oleh pihak yang lebih kuat terhadap yang lebih lemah. Kata “domestik” bermakna mengenai (bersifat) rumah tangga. Kata “kasta” yaitu golongan (tingkat atau derajat) manusia dalam bermasyarakat. Sedangkan kata “modern” bermakna sikap, cara berpikir dan cara bertindak sesuai dengan tuntutan zaman (terbaru).
Dari permasalahan di atas, penulis mengkaji struktur drama dengan menitikberatkan kajian pada setting atau latar dengan cara menggali lebih jauh mengenai penyajian aspek tempat, aspek waktu, dan aspek suasana oleh penulis naskah yang tegambar dalam drama “Gadis Modern” karya Adlin Affandi serta menarik makna dari aspek ruang domestik yang mendominasi latar tempat cerita tersebut.
**
Drama karya Adlin Affandi ini terdiri dari tiga babak. Babak pertama menceritakan tentang keadaan di dalam kantor pribadi Tuan Salim, si penanam getah. Di dalam kantor tersebut terdapat Tuan Salim dan Rustam anaknya yang sedang berbicara mengenai perkebunan getahnya, termasuk kuli-kulinya. Kemudian Tuan Salim mulai menyangkut-nyangkut tentang Engku Sastra, Ruslan anak tertua Tuan Salim akan disuruh ayahnya untuk mengantarkan kupon ke Medan, ke rumah Engku Sastra. Rupanya Tuan Salim mempunyai maksud lain di balik pengantaran kupon itu. Ruslan ingin dijodohkan ayahnya dengan Marriana, anak teman Tuan Salim, Engku Sastra. Kemudian Ruslan masuk di ruangan itu melihat adiknya, Rustam termenung, si Rustam pun menceritakan perintah ayahnya yang mengutus keduanya ke Medan untuk bertemu dengan Marriana. Tuan Salim tak lama kemudian masuk dan menyuruh Rustam keluar. Tuan Salim pun sedikit berdebat dengan Ruslan mengenai pengantaran kupon tersebut, namun ia tidak mau kalah. Ruslan mengatakan bahwa ia sebenarnya sudah bertunangan dengan Ijah, anak mandornya. Sang ayah marah besar, karena ia tak sudih melihat Ruslan dengan si Ijah yang hanya anak mandor, bawahannya sendiri. Ruslan dan Rustam tidak kehilangan akal, mereka berencana mengutus kuli-kulinya ke rumah Engku Sastra, yaitu Basiran dan Ardi untuk melakukan penyamaran sebagai diri mereka. Kuli-kuli tersebut dipaksa mereka, dan akhirnya setuju. Basiran dan Ardi pun diajari tata cara berperilaku, berkata-kata yang baik dan make-over dengan pakaian yang bagus.
Babak kedua memperlihatkan kondisi beranda rumah Engku Sastra dengan perkakas yang begitu modern. Kemudian tampak Marriana, si gadis modern duduk di kursi, dan masuklah Burhan, lelaki yang mencintai Anna. Burhan menyinggung soal perjodohan Marriana dengan Ruslan, Burhan nampaknya cemburu. Anna setuju dijodohkan dengan Ruslan karena hartanya, kekayaannya, kesenangan dan kemewahannya, bukan atas dasar cinta. Burhan berusaha meyakinkan Anna bahwa kebahagiaan itu atas dasar cinta, bukan uang. Tapi Anna rupanya gadis modern yang materialistik, semuanya ia pandang hanya dari segi uang. Engku Sastra pun pulang ke rumah dan menceritakan ke Anna bahwasanya Rustam dan Ruslan akan datang hari ini. Anna sangat antusias menyambutnya. Tak lama kemudian datanglah Basiran yang menyamar sebagai Rustam, dan Ardi sebagai Ruslan ke rumah itu. Keduanya disambut hangat oleh Anna dan ayahnya. Ardi merasakan sesuatu yang berbeda ketika bersalaman dengan Anna, ia terkagum dengan kemolekan Anna, sang gadis kota. Anna dan Ardi berbicara empat mata mengenai perjodohan mereka. Ardi tidak keberatan dengan hal itu, apalagi Anna, Ardi mengutarakan keadaan rumah dan gajinya yang rendah, tapi Anna berusaha menggombal, ia seakan-akan mau menerimanya asalkan menikah dengan Ruslan. Anna memang bermuka dua, satu sisi ia sangat materialis, tapi disisi lain ia berpura-pura memandang sesuatu berdasarkan cinta, bukan harta. Basiran pun mengajak Ardi lekas-lekas pulang.
Dalam babak terakhir terlihat suasana kantor Tuan Salim seperti babak pertama. Rustam menawarkan Ardi kepada ayahnya untuk menjadi asisten pribadi Ruslan. Tuan Salim pun menyutujuinya karena Ardi adalah kuli yang bisa baca-tulis. Ardi pun datang di kantor dengan pakaian bagus atas suruhan Rustam. Lalu datanglah Engku Sastra dengan putrinya. Anna pun menyapa Ardi yang dianggapnya Ruslan yang kebetulan berada di kantor. Ruslan tampak kebingungan. Akhirnya mereka disambut Ardi yang sedikit kuatir. Ardi menyuruh Ruslan dan Rustam yang seolah-olah keraninya keluar kantor. Kemudian masuklah Tuan Salim ke kantor, dan penyaraman pun sedikit demi sedikit terkuak. Akhirnya Ruslan yang asli pun diperkenalkan oleh ayahnya kepada Engku dan Anna sehingga suasana menjadi membingungkan. Anna mengetahui bahwa yang selama ini yang diharapkan tak lebih seorang bawahan. Anna pun mengingkari apa yang ia katakan dulu, ia tidak sudih dengan kuli. Tuan Salim disadarkan oleh Rustam bahwa selama ini Anna tidak tulus dengan Ruslan, karena hanya cinta pada hartanya. Ia membatalkan perjodohan dan Engku beserta putrinya marah dan merasa dipermalukan, akhirnya mereka kembali ke Medan. Ruslan berterima kasih pada adiknya dan Ardi, serta kembali ke pelukan Ijah.

Penyajian Setting (Latar) dalam Drama “Gadis Modern” Karya Adlin Affandi
Dalam sebuah karya sastra, setting cerita merupakan salah satu unsur penting yang ada dalam drama. Setting cerita merupakan tempat kejadian cerita atau latar cerita tidak berdiri sendiri, berhubungan dengan waktu dan ruang (Waluyo, 2002: 23). Dalam drama unsur ini sangatlah penting, selain sebagai bentuk penyimbolan terhadap sesuatu, latar cerita juga berfungsi sebagai penanda waktu (dapat berupa tanggal, tahun, bulan, pagi, siang, sore, malam), dan untuk memberikan kesan dramatis terhadap suatu peristiwa yang terjadi dalam cerita drama tersebut.
Adapun aspek ruang dalam drama “Gadis Modern” tergambar jelas pada narasi awal tiap babak, pada babak pertama :
Panggung merupakan kantor Tuan Salim. Perabot: di tengah sebuah meja, empat kursi, dan di tepi sedikit sebuah meja dengan buku-buku dan sebuah kursi; di dinding tergantung sebuah kalender dan sebuah sangkutan kopi.
Ketika layar diangkat, Salim masuk dari pintu bertongkat, sambil menyapu keringatnya. Dia duduk dikursi tengah, mengambil serutu dari kantungnya, lalu merokok. (Antologi drama jilid 2 hlm 119)
Adapun latar tempat pada babak kedua sebagi berikut :
Panggung merupakan beranda muka rumah Tuan Sastra. Perkakas diatur secara modern : di tengah 4 buah kursi yang berbantal, 1 buah meja, di sudut sebelah kiri dipan, lengkap dengan bantalnya, di sudut sebelah kanan lemari buku.
Waktu layar diangkat tampak Marriana, berpakaian secara modern dengan tangan kanannya dipegangnya sebuah tas tangan. Dia berjalan mondar-mandir sambil melihat sesekali ke jalan besar. Dia duduk di kursi, tetapi gelisah dan berdiri kembali. Pergi membuka lemari buku, dipegangnya sebuah buku, tetapi ditutupnya kembali lemari itu. (Antologi drama jilid 2 hlm 127)
Dan berikut adalah latar tempat pada babak terakhir :
Panggung dan perabot seperti babak pertama. Waktu layar diangkat tampak Ruslan menulis dengan tenang. Dia cuma memakai kemeja saja. Tak lama masuk Rustam dengan gembira. (Antologi drama 2 hlm 136)
Adlin Affandi menyajikan aspek tempat tersebut dalam ketiga babak hanya melalui narasi awal, karena semua peristiwa dalam drama hanya berlangsung dalam kedua ruang domestik tersebut, yaitu kantor Tuan Salim dan beranda rumah Engku Sastra. Jadi pengarang tidak perlu menjelaskan latar tempat  lagi di tengah atau akhir babak, karena drama ini hanya berkisar dan terfokus pada satu ruang domestik di tiap-tiap babak. Penyajian latar tempat hanya pada narasi dimungkinkan agar pembaca bisa mengetahui secara langsung di awal mengenai tempat cerita tersebut dilakukan, pembaca juga bisa lebih mudah dalam memahami cerita dengan adanya penyajian aspek tempat hanya pada narasi awal karena tempat peristiwa tidak mungkin melebar, serta dimungkinkan agar pembaca atau penonton selanjutnya bisa terfokus pada struktur dan tekstur drama yang lain sehingga benar-benar paham akan jalannya cerita dan menangkap nilai-nilai yang terkandung pada drama.
Dan pada hakikatnya drama “Gadis Modern” ini ditulis untuk dipentaskan, hal ini terbukti bahwa pengarang selalu menggunakan kalimat /pada waktu layar diangkat/ yang terdapat pada narasi sehingga mengindikasikan bahwa drama ini setting utamanya pasti di panggung pertunjukan. Namun dalam layar tersebut pengarang menyajikan settingan suatu tempat pribadi yang sangat detail gambaran kondisinya. Jadi pengarang sengaja hanya menfokuskan dua latar tempat jalannya cerita pada drama tersebut karena satu latar tempat pada tiap babak sudah mampu mewakili dan membawa jalannya cerita mulai dari pengantar hingga pada konflik yang timbul dan berakhir pada penyelesaian.
Latar waktu adalah waktu yang menjadi latar belakang peristiwa, adegan, dan babak itu terjadi, (Santosa, 2008). Latar waktu biasanya ditandai oleh menit, jam, hari, minggu, bulan, tahun, pagi, siang, malam, dan lain-lain, tetapi kadang pengarang hanya memberi rambu-rambu terjadinya peristiwa. Aspek waktu dalam latar dibagi menjadi dua.
Pertama, fable time (waktu cerita) yaitu waktu yang sebenarnya terjadi ketika cerita itu benar-benar dilakukan. Jadi waktu cerita pasti terjadi sebelum drama tersebut dibuat, bisa terjadi beberapa bulan atau tahun yang lalu. Waktu cerita selalu lebih lama dibanding waktu penceritaan. Dalam drama “Gadis Modern” pada babak pertama terdapat percakapan antara Salim dan Rustam,
Rustam : (Melihat arloji tangannya, berkata kepada dirinya sendiri) Sudah pukul 10, tempo untuk berhenti sebentar. (Mendekati ayahnya) Alangkah panasnya hari ini yah! Boleh jadi turun hujan malam ini .........
Salim : (melihat Rustam dengan tenang) Kau mau kemana sepagi ini? Kemana kau tadi? (Antologi drama jilid 2 hlm 119)

Selanjutnya terdapat pada percakapan berikut ini :

Salim : Cuma 4 hektar saja. Besok sudah datang bibit baru dari kantor Landbow. Sebab itu ayah mau, supaya kebun yang baru itu lekas siap . kalau kuli-kuli itu bekerja dengan baik, barangkali dalam tempo 2 minggu lagi, akan dapat kita mulai bertanam. Mengapa si Ruslan belum juga pulang sampai begini hari? Ke mana dia? Lihatlah (pergi ke meja tulis) buku-bukunya masih terbuka juga.
Rustam : (Berdiri) Dia pergi tadi ke Siboga. Boleh jadi senbentar lagi dia kembali. (melihat ke kalender) Ayah, besok hari minggu, hari vrij. Bolehkah saya pakai motor itu? Saya hendak ke Siboga bersama dengan abang. (Antologi drama jilid 2 hlm 119)

Adapun pada babak kedua terdapat percakapan antar Basiran dan Ardi.

Anna : apa Yah? Si Ruslan akan datang? Pukul berapa datangnya?
Sastra : Ya, mereka akan datang. Si Ruslan dan si Rustam akan datang pagi ini juga .......(Antologi drama jilid 2 hlm 129)
..........
Basiran : kau betul-betul keledai. Semalam sudah diajari si Ruslan dan si Rustam dua jam lamanya. Turut saja apa yang dikatakan mereka. Habis perkara!
Ardi : Hampir-hampir lupa aku yang diajarkan mereka semalam ........(Antologi drama jilid 2 hlm 132)
Pada babak terakhir aspek waktu sedikit bisa terdeteksi melalui percakapan berikut :
Sastra : betul itu Anna. Patutlah tertarik betul hatiku hendak kemari. Rupanya Engku Salim di dalam sakit sudah berapa lamakah sakitnya?
Ardi : baru semalam.(antologi drama jilid 2 hlm 141)
Dari cuplikan percakapan diatas dapat disimpulkan bahwa latar waktu dalam drama “Gadis Modern” babak pertama adalah pagi hari pada hari sabtu. Pada babak kedua juga digambarkan pada pagi hari. Adapun pada babak ketiga tidak dinyatakan secara jelas, namun pembaca dapat menebak bahwa kejadian tersebut terjadi antara pagi atau siang hari. Pengarang tidak menuliskan latar waktu secara langsung dan detil seperti pada latar tempat, akan tetapi pengarang menyajikan latar waktu melalui dialog-dialog antar tokoh dan memberi kesempatan pembaca untuk menyimpulkannya. Pengarang tidak memberi indikasi latar waktu secara detil dimungkinkan karena latar waktu dalam drama ini dianggap tidak berperan penting dalam keberhasilan jalannya cerita dan agar sutradara mampu mengeksplorasi lebih lanjut mengenai waktu cerita dalam pementasan drama “Gadis Modern” sehingga drama ini bisa fleksibel dan tidak terpaku pada satu pementasan yaitu ketika drama ini diterbitkan, pada tahun 1941-an tetapi juga dapat dipertujukkan pada tahun-tahun berikutnya.
Kedua, narrative time (waktu penceritaan) yaitu waktu yang terjadi ketika cerita itu dibuat oleh pengarang. Jadi waktu cerita terjadi ketika peristiwa yang sebenarnya sudah dilakukan. Oleh karena itu bisa jadi cerita yang terjadi selama bertahun-tahun disampaikan hanya dalam beberapa jam. Dalam drama tersebut tidak disinggung sama sekali mengenai waktu penceritaan yang dilakukan oleh pengarang cerita, hanya disebutkan waktu cerita dan itupun tidak secara langsung dan detil.
Selanjutnya adalah aspek suasana. Drama “Gadis Modern” memiliki latar suasana yang cukup jelas disajikan melalui dialog dan teks samping. Suasana yang muncul dalam drama “Gadis Modern” antara lain adalah heran, marah, tegang, hormat dan segan, menggebu-gebu, bingung, romantis, dan penyesalan. Karena drama ini berjenis komedi ringan maka suasana dibuat ringan antara lucu atau kocak dan serius dan sedemikian rupa memancing emosi penonton maupun pembaca naskah drama karena di balik humor tersebut terdapat makna sangat berharga yang ditawarkan oleh pengarang.
Berikut adalah penyajihan aspek suasana melalui teks samping naskah.
Rustam : (Heran) Haa. Apa? Abang hendak ke Medan? Tentu dia tidak mau ke rumah om Sastra. Bukankah biasanya kupon itu dikirim saja dengan pos? Ayah ada-ada saja. (hlm. 120)
..........
Basiran : jangan main-main Tuan, mana mau Tuan membawa kami ke Medan.
Rustam : saya tak mau main-main dan berbohong.
(Basiran dan Ardi tercengang). (hlm. 125)
..........
Salim : (Marah) Hari-hari mengobrol saja. Bukankah kau sudah minum kopi Rustam? ..... (hlm. 137)
.........
Basiran : getah ini sudah cukup bagus untuk dibawa Tuan besar ke pabrik.
Salim : apa katamu? Aku mesti membawa getah ini ke pabrik? Kau sudah berani kurang ajar padaku?
            (Basiran takut, mundur dua langkah).
Rustam : bukan Ayah, tetapi dia yang mesti membawanya.
Salim : (Bertambah marah) Aku bukan bicara kepadamu, tetapi kepada si Basiran ....... (hlm. 137)
...........
Sastra : (Heran) Si Basiran... kapankah dia bernama si Basiran? Bukankah itu si Rustam ......
Basiran : (Pura-pura bodoh) Apa? (hlm. 140)
............
Salim : seumur hidup saya belum lagi pernah saya mendapat penyakit yang menular. Penyakit apa katanya?
Satra : (Gugup) Katanya, Engku mendapat penyakit gila. (hlm. 143)
...........
Salim : ya, tapi.. (Marah) Mengapa kamu berdua berani memperolok-olokkan ayahmu, Engku Satra, dan  Anna?
Rustam : untuk memperlihatkan apa artinya cinta bagi Anna. Lihat ........
Anna : (Marah) bnar-benar rumah gila disini! Ayoh, ayah mari pergi lekas supaya jangan ketularan.
Sastra : macam apa ini Engku Salim? Engku benar-benar gila mau dipermainkan anak Engku. Engku membiarkan kami dipermalukan seperti ini betul-betul anak gila, bapak gila disini saya lihat.
Salim : Ya.... (Sekonyong-konyong geram menghentakkan tongkatnya) Gila boleh jadi, tapi bukan gila harta. ......... (hlm. 145)

Penyajian aspek suasana melalui teks samping oleh pengarang mempunyai beberapa kelebihan yaitu pertama, pembaca dapat mengetahui secara langsung suasana hati dan perasaan tokoh. Kedua, pihak sutradara atau pemeran cerita dapat mengetahui secara langsung ekspresi atau nada bicara yang akan ditampilkan dalam pertunjukkan karena terkadang bahasa tulisan yang dimaksud pengarang tidak sesuai dengan bahasa lisan yang dituturkan para pemain sehingga terjadi kesalahan presepsi. Oleh sebab itu pengarang banyak menggunakan teks samping untuk membantu menghidupkan suasana.
Selanjutnya penyajihan aspek suasana melalui dialog antar tokoh sebagai berikut :
Rustam : hmm, dari tadi sudah kuterka, akan kesitu jadinya. Kalau abang nanti dipertunangkan dengan si Anna, bagaimana dengan si Ijah? Abang sudah bertunanga dengan Ijah anak mandur kita.
Ruslan :  (Berdiri) aku akan dikawinkan dengan si Anna? Tidak! Aku membantah! Aku tidak mau. (hlm. 121)
“Tergambar suasana marah dari tokoh Ruslan”.
..........
Ruslan : (marah) Aku, aku kau katakan penakut? Segala perbuatan akan kuperbuat, jika atas nama Ijah yang kucintai itu, walaupun jiwaku akan melayang.
Rustam : Bravo! Kalau si Ijah mendengar ini, tentu akan merah padam warna mukanya. Tentu dia akan bersuka ria dan berlebih-lebihan kasih sayangnya kepada abang. (hlm. 124)
“Tergambar suasana romantisme dan kesetiaan dari tokoh Ruslan kepada si Ijah, dan suasana yang menggebu-gebu mensupport Ruslan dari tokoh Rustam”.
.........
Anna : ............... Ayah lihat pakaian saya yang begini sudah cukupkah bagusnya untuk menerima si Ruslan? Perlukah saya bertukar pakaian?
Sastra : bukan pakaian yang ayah katakan, tetapi membersihkan perkakas rumah kita. (memebetulkan kain meja)
Anna : pakaian saya nanti kotor! Saya tidak mau! Ibu saja Ayah suruh! (Membetulkan sanggulnya) Ayah, bagaimanakah rupa si Ruslan sekarang? Cantikkah di? Aksikah dia? (hlm. 129)
“Tergambar suasana gembira, penasaran, dan agak nervous dari tokoh Anna ketika akan bertemu si Ruslan”.
.........
Ardi : perasaanku sewaktu memasuki rumah ini amat berlainan dari biasanya. Tidakkah kau lihat tadi bagaimana encik itu melihat aku? Tak pernah aku berjumpa dengan anak perempuan seperti dia.
Basiran : nah ada susahnya, tentu ada pula senangnya.
Ardi : sewaktu encik itu memegang tanganku, seperti aku tidak ada lagi di dunia ini.
Basiran : bukan kau saja, akupun juga.
Ardi : Tertarik hatiku melihat dia ....... (hlm. 132)
“Tergambar suasana kagum, jatuh cinta, dan kasmaran dari tokoh Ardi kepada Anna”.
...........
Anna : tak usah di dalam pondok, walaupun beratapkan langit, berlantaikan bumi, aku takkan merasa keberatan. Aku tidak mengharap tinggal di istana yang indah, dalam rumah yang besar.
Ardi : dan gajiku Cuma tiga puluh-lima sen sehari. Maklumlah encik.
Anna : walaupun kau tidak bekerja, tidak berpendapatan satu sen pun, aku masih tetap setia kepadamu. Aku tidak akan suka hidup berlebih-lebihan seperti orang lain.
Ardi : apa yang kau katakan ini memang sebenarnya. Kau nanti menyesal. (hlm. 133)
“Tergambar suasana tenang, tentram dan terlarut dalam keromantisan antara tokoh Anna dan Ardi (yang menyamar jadi Ruslan)”
...........
Sastra : ah, ya, hendaknya kita datang ke sana jangan ditentukan harinya. Kita datang tiba-tiba saja. Dengan jalan begitu mereka tidak usah bersusah payah menyediakan ini itu.
Ardi : Haaaaaa.. pening kepalaku rasany. (Memegang kepalanya) Om bermaksud datang tiba-tiba. Apa yang akan kuperbuat? (hlm. 135-136)
“Tergambar suasana terkejut atau shock dari tokoh Ardi)
...........
Salim : saya tidak menyangka Engku Satra dan Marianna akan seperti itu. Macam-macam! Aku dikatakannya gila.
Rustam : saya sudah menolong Abang dari bahaya besar, dari pelukan gadis yang main modern. .....
Ruslan : ....... terima kasih, Rustam. Si Ijah pun berterima kasih juga.
Ardi : harap Tuan jangan lupa kepada saya. (hlm. 145)
“Tergambar suasana penyesalan dari tokoh Salim, suasana gembira dan lega dari tokoh lainnya”

Penyajian aspek suasana melalui tekstur dialog oleh pengarang disajikan secara tersirat. Namun pengarang sudah pasti memilah dan memilih dialog-dialog yang mampu dicerna dan dibayangkan suasananya oleh pembaca, jadi suasana tersebut secara serta-merta ditimbulkan implisit dalam dialog sehingga nada dan suasana yang dialami oleh tokoh bisa terbaca meskipun pengarang tidak memberikan penjelasan atau keterangan suasana secara eksplisit. Dan penyajian aspek suasana dalam dialog juga mampu mengasah tingkat sensitivitas pemain drama untuk melakukan improvisasi dalam intonasi, jeda, nada, dan lain-lain ketika acting. Jadi pengarang naskah sudah cerdik dalam menulis naskahnya, karena disamping menyuguhkan aspek suasana melalui teks samping yang otomatis suasana tersebut telah tergambar jelas dan terpaku pada intuisi pengarang, namun pengarang juga menyuguhkannya dalam bentuk dialog yang nota bene memberi kebebasan bagi pemeran atau pembaca dalam membayangkan dan mengeksplorasi kemampuan pemahamannya yang secara tidak sadari sudah dikontrol dan dibatasi dengan pemilihan kalimat dan diksi oleh pengarang naskah.

Pemaknaan Dominasi Aspek Ruang Domestik dalam Drama “Gadis Modern”
            Pada analisis latar tempat di atas dan berdasarkan narasi ketiga babak pada naskah drama “Gadis Modern” karya Adlin Affandi dalam antologi drama Indonesia jilid 2 (1931-1945) sudah teridentifikasi bahwa keseluruhan latar tempat dalam drama ini adalah dalam ruang domestik atau ruang personal. Hal ini terbukti pada narasi awal babak pertama menunjukkan bahwa latar tempat adalah kantor pribadi Tuan salim, babak kedua menunjukkan latar tempat terjadi di beranda muka rumah Engku Sastra, dan pada babak ketiga latar tempat kembali di kantor Tuan Salim. Hal ini sengaja dibuat sedemikian oleh pengarang agar pembaca dan penonton terfokus pada satu ruang saja di tiap babak. Disamping itu pengarang lebih memilih ruang-ruang domestik atau ruang pribadi sebagai latar tempat yang mendominasi drama ini dimungkinkan agar pembicaraan, sikap, dan perilaku hanya boleh terjadi dan dilakukan oleh orang-orang tertentu saja, artinya ruang-ruang tersebut hanya bisa dimasuki oleh golongan tertentu, tidak sembarang orang bisa memasukinya. Dalam ruang domestik tersebut, pengarang juga memberi banyak aturan dan batasan untuk masuk dan berada dalam ruangan itu. Sesuai dengan nuansa drama ini yang mengenal adanya kasta dan dalam drama ini kasta membawa pengaruh yang sangat besar dalam berperilaku dan berbicara. Seperti dalam cuplikan dialog berikut ini :
(Basiran seorang kuli, membawa kaleng tempat getah di tangannya masuk dengan hormatnya, menghadapi mereka)
Basiran : (sambil berjongkok menghadap Rustam) Tuan muda, coba Tuan lihat getah ini, sudah cukup baiknya untuk dibawa ke pabrik? (hlm. 123)
..........
(Ardi dan Basiran masuk dan berjongkok)
Rustam : Tidak! Jangan disitu, duduk di mari, di kursi ini. (menunjuk dua kursi tapi Ardi dan Basiran berjongkok juga).
Rustam : Berdiri dan duduk di kursi ini. Ayoh.
(Ardi dan Basiran berdiri perlahan-lahan dan menghampiri kursi yang ditunjukkan oleh Rustam)
Basiran : Biarkanlah kami berdiri saja. Tidak biasa kami duduk di kursi. (hlm. 124)

Dari cuplikan dialog dan teks samping diatas sudah jelas bahwa jikalau ingin memasuki ruang pribadi atau ruang majikan haruslah orang-orang yang memiliki kasta dan derajat yang sama dengan majikan. Namun jika ada orang yang berkasta rendah ingin masuk ruangan personal tersebut, maka dalam memasukinya harus menerapkan aturan-aturan seperti : berjalan sambil jongkok, duduk di bawah, dan cara bicara dan berperilakunya harus sopan dan halus. Hal tersebut mengindikasikan bahwa pengarang sengaja mendominasikan ruang domestik sebagai latar tempat karena membatasi percakapan dan golongan yang masuk dalam ruang itu dan pengarang masih menerapkan adanya sistem kasta yang berpengaruh besar di segala aspek kehidupan tokoh dalam drama tersebut.

***
Berdasarkan analisis naskah drama “Gadis Modern” karya Adlin Affandi dapat disimpulkan bahwa drama yang berjenis komedi ringan tersebut mempunyai keunikan dalam segi aspek ruang, karena keseluruhan latar dalam drama ini didominasi oleh ruang-ruang domestik yang tergambar pada narasi awal di tiap-tiap babak. Hal ini dilakukan pengarang karena pengarang sengaja membatasi melebarnya pembicaraan, perilaku atau sikap, dan lain-lain serta membatasi orang-orang yang masuk dan berada pada ruang personal tersebut, sehingga tidak sembarang orang boleh memasukinya dan tidak sembarang pembahasan serta sikap boleh terjadi atau dibicarakan dalam ruang tersebut.
Adapun penyajian struktur latar atau setting oleh pengarang dalam drama “Gadis Modern” terfokus melalui tekstur drama yaitu, narasi, dialog, dan teks samping. Aspek tempat hanya digambarkan pada narasi awal naskah drama agar pembaca bisa mengetahui secara langsung tempat cerita tersebut dilakukan, pembaca juga bisa lebih mudah dalam memahami cerita dengan adanya penyajian aspek tempat hanya pada narasi awal karena tempat peristiwa tidak mungkin melebar. Latar waktu dalam drama ini tergambar dalam dialog antar tokoh, namun kurang begitu jelas dan detil. Hal ini dimungkinkan karena latar waktu dalam drama ini dianggap tidak berperan penting dalam keberhasilan jalannya cerita dan agar sutradara mampu mengeksplorasi lebih lanjut mengenai waktu cerita dalam pementasan drama “Gadis Modern” sehingga waktu drama ini bersifat fleksibel. Sedangkan latar suasana disajikan melalui dialog dan teks samping. Secara general, Penyajian suasana melalui teks samping agar pembaca dapat mengetahui secara langsung suasana hati dan perasaan tokoh sehingga terjadi kesalahan presepsi. Dan penyajihan melalui dialog mampu mengasah tingkat sensitivitas pembaca dan pemain drama untuk melakukan improvisasi dalam intonasi, jeda, nada, dan lain-lain.
Drama bukan hanya sekedar bacaan yang bersifat menghibur, akan tetapi di dalamnya juga mengandung nilai-nilai positif yang dapat mendidik dan menambah wawasan pembaca. Oleh karena itu penulis berharap masyarakat pembaca tidak hanya sekedar membaca ringan tetapi juga mampu menyelami makna-makna yang terkandung di dalam naskah drama, bahkan akan lebih baik pula apabila pembaca lebih teliti dan kritis dalam membaca drama, yaitu mengidentifikasi tekstur dan struktur serta permasalahan yang ada pada unsur-unsur tersebut, serta mampu menarik makna dan nilai-nilai dari keunikan struktur drama.
                                         

1 komentar: