Rabu, 19 November 2014


Buku : Tanah Ilalang di Kaki Langit karya Rini Intama

Tinggalkan komentar
NEGERI ini punya tanah yang bisa bercerita soal sejarah
NEGERI ini ada banyak budaya yang bisa bercerita bagaimana kita punya asa dan menjaga
NEGERI ini punya Alam yang bisa bercerita bagaimana Alam terus menjaga mimpinya
Tanah Ilalang di kaki langit,  Penulis : Rini Intama
Tata letak /sampul : Diandracreative design, Penerbit : Pustaka Senja
Cetakan pertama : Juli 2014,  Jogyakarta Diandra Creative 2014
halaman  :  107 hal, kertas :  bookpaper 14 x 20 cm
ISBN  : 978-602-1638-35-4
Dicetak oleh :  Diandra creative offset dan printing, Hak Cipta di lindungi oleh Undang-undang
Harga Rp. 30.000,-  (belum termasuk ongkir)
pemesanan hanya melalui, inbox Facebook  : Rini Intama, sms  081389192708, Twitter : rini_intama
bukuTanahku
Puisi-puisi Rini Intama dalam buku “Tanah Ilalang di Kaki Langit” ini terdiri dari tujuh subjudul, yang menyiratkan kepedulian sang penyair terhadap berbagai permasalahan yang ia jumpai dalam kehidupan. Nampaknya penyair adalah seorang pengamat, ‘pembaca’, dan penulis yang tak pernah melewatkan moment untuk berkontemplasi. Dalam banyak puisinya, ia mengangkat tempat-tempat bersejarah dan peristiwa-peristiwa yang pernah terjadi, bahkan beberapa di antaranya disertakan penjelasan tentang tempat/peristiwa yang dipuisikan. Menjadi sedemikian elok, karena dalam beberapa puisinya, ia tidak sekedar mendeskripsikan yang diamati, tetapi lebih jauh mengekspresikan juga perasaan-perasaannya, sehingga puisi yang tercipta menjadi sedemikian menyentuh, seperti yang berikut ini :
A Yin terus menulis kisah Cina Benteng / di atas batu juga tanah ini dan pada kelopak mawar yang menyimpan embun / entah berapa langit / dan perjalanan sejarah yang menyimpan ribuan kisah sunyi / di ladang, di lembaran-lembaran sajak, di tiang-tiang dan benteng kota / hingga tanah gocap dan nisan-nisan diam yang terbelah // A Yin terus menunggu pijar-pijar kembang api/ lalu katanya, / aku masih membuat kue-kue keranjang dan secangkir teh hangat //
Membaca penggalan puisi berjudul “A Yin “ di atas, perasaan pembaca ikut ‘diharu-biru’ oleh kesetiaan dan ketabahan karakter A Yin dalam mempertahankan tanah kelahiran dan adat-istiadat Cina di tengah perkembangan zaman.
Tema-tema yang diangkat dalam buku ini merupakan tema umum yang sering digarap oleh para penyair lain, misalnya tentang cinta, tentang tanah air, persoalan perempuan, permenungan tentang hakikat hidup, dan tentang berbagai peristiwa. Meskipun mengangkat tema umum, di tangan Rini, puisi-puisi yang dilahirkan menjadi sedemikian hidup. Kemahiran Rini mengolah kata dan kalimat memudahkan pembaca mengembangkan imajinasi, bahkan serasa diseret ke dalam suasana batin yang dihadirkan. Pada puisi “Nyanyian Alam”, penyair berhasil mengetengahkan suasana indah melalui diksi yang tepat, sekaligus membawa pembaca masuk dalam permenungan tentang kehidupan manusia yang satu sama lain saling membutuhkan dan saling harga-menghargai. //Manusia saling mengajari dan mencintai// Gunung, lembah, sungai, saling menjaga mimpi//
Dengan berbagai keunggulan yang dimiliki Rini dalam mengolah pemikiran dan perasaan menjadi puisi yang bermakna, saya yakin, buku ini layak mendapat tempat di hati pembaca serta bermanfaat bagi khazanah sastra Indonesia.
(Dhenok Kristianti, Guru & Penyair, tinggal di Denpasar )
Di sini tampak begitu jelas bahwa penulis adalah bagian keseriusan dari setiap alur nafas puisi-puisi yang dihanyutkan pada sungai-sungai kreatifitasnya, puisi dengan konsep pembagian tema demi tema; sejarah maka sejarahlah ia, perjalanan maka perjalananlah ia, waktu maka waktulah ia, negeri maka negerilah ia, cinta maka cintalah ia, perempuan maka perempuanlah ia, dan kisah demi kisah pun mengalir sebagaimana perahu-perahu puisi atas riak-riaknya; puisi-puisi dalam kumpulan ini menukik tajam, misalnya terbaca: … hingga kesaksian sejarah yang tertulis dalam kertas-kertas rapuh dan membusuk (Tanah Ilalang di Kaki Langit), pelayaran puisi-puisi sebagai buah manis lembut bergelora dari jemari lentik, seperti : … mengantarkan perahu berlayar dalam sahajanya dengan ribuan dayung dan nyanyian laut para pujangga (I La Galigo), mengalirlah ia seterusnya dalam ruang pembacaan kita, salam gumam asa (Ali Syamsudin Arsi, penyair, penulis, penggiat sastra, Pembina sanggar sastra Satu satu, ketua Forum Taman Hati, tinggal di Banjar baru – Kalimantan Selatan)
Satu-satunya kesalahan adalah dia bernama Rini Intama, punya hati punya rasa dan setia pada nurani. Ketika kemudian ia diperjalankan oleh takdir hidupnya dari satu peristiwa ke peristiwa, maka lahirlah yang namanya simpati, empati, keprihatinan, kegelisahan, juga pemberontakan. Dengan penuh cinta lalu ia lantunkan nyanyian jiwanya dengan santun melalui keindahan kata. membaca puisi Rini, akan terasa hidup ini indah.
Perempuan itu menulis puisi, menebar cinta lewat kata. dengan hati. Semua ia untai dalam estetika kata dan makna, dengan gayanya yang santun, yang membuat imagi terayun-ayun. perempuan itu menulis puisi, menebar cinta lewat kata. ( Abah Yoyok – penulis, penikmat dan penggiat sastra, pemilik sebuah Taman bacaan )

“Kegelisahan itu bernama Puisi. Begitulah Rini Intama mengolah batinnya, dia sengaja melakukan perjalanan untuk menemukan puisi itu sendiri, hingga di tubuhnya, puisi itu menjadi mata, tangan, kaki dan hatinya. Tidak bisa dipungkiri, kita menjadi getir setelah membacanya, seolah apa yang dipuisikan Rini Intama adalah hidup dalam kematian, begitu juga sebaliknya.” (Nana Sastrawan – Pendidik, penggiat sastra, penulis )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar